Minggu, 26 Oktober 2014

Pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam sidang BPUPKI



Ki Bagoes Hadikoesoemo
Dasar Negara Agama Islam, 31 Mei 1945

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tuan-tuan yang mulia, sidang yang terhormat!
Segala pengantar kata dan ucapan terima kasih yang sebaik-baiknya dari pembicara yang telah lalu, saya ikuti dengan sepenuhnya; maka dari sini saya tidak akan mengulangi mengucapkan itu lagi melainkan saya akan terus menerus membicarakan dan memaparkan segala yang terasa dalam hati dan apa yang menjadi pendapat saya.

SEKOLAH AL-QUR‘AN DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA



SEKOLAH AL-QUR‘AN DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh Zamakhsyari Dhofier

Dr Zamakhsyari Dhofier, lahir di Salatiga, pada 25 luli 1941. Mendapat pendidikan sarjana dalam jurnalisme di Jakarta (1971), MA Sosiologi dari di Australian National University (ANU), Canberra (1977), Australia, dan PhD dalam bidang Antropologi Sosial juga di ANU (1980). Tulisan ini adalah tulisannya yang kedua dua UQ. Ia sekarang selain sebagai dosen IAIN Jakarta (1984-), juga menjabat sebagai kepala Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Departemen Agama. Menulis buku Tradisi Pesantren, yang aslinya adalah disertasinya di ANU, Australia.

Hampir setengah abad lembaga pendidikan Islam di tanah air ini mengalami proses transformasi. Sayang, kondisi yang dihadapinya demikian kompleks dan tak bisa diselesaikan dari satu sisi. Menurut penulis, kerumitan pentransformasiannya bukan karena politis, tapi kurangnya sarana pendidikan terutama guru terampil untuk mengajarkan pelajaran umum. Tapi, jika ditengok jauh ke belakang, kompleksitas itu akibat “politik etis” Belanda yang memang sengaja menciptakan “dunia” untuk menenggelamkan Islam dan pemeluknya. Juga, guna mempertahankan kolonialisasinya. Namun demikian, pemerintah Indonesia sadar bahwa lembaga pendidikan Islam harus segera diatasi karena keberadaannya memang ikut menunjang proses pembangunan global.

PESANTREN DAN KITAB KUNING



PESANTREN DAN KITAB KUNING
Pemeliharaan dan Kesinambungan Tradisi Pesantren
Oleh Martin van Bruinessen

Dr. Martin van Bruinessen , lahir di Schoonhoven, Belanda. Ia belajar fisika teoretis dan matematika di Universitas Utrecht, Belanda (1964-1971). Pada 1978, ia berhasil mempertahankan di-sertasi doktornya yang berjudul “Agha, Shaikh and State,” yang membahas sejarah dan struktur sosial masyarakat Kurd, juga di Universitas Utrecht. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai suvervisor LIPI pada proyek penelitian mengenai ulama Indonesia, sejak 1 Mei 1991, ia ditunjuk INIS sebagai dosen tamu di IAIN Sunan Kalijaga, Yogakarta.

Pesantren, sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang akhir-akhir ini makin banyak peminatnya, ternyata tidak berakar dari budaya Indonesia asli. Penelitian menunjukkan bahwa akar budaya pesantren yang dianggap khas Indonesia itu cukup kompleks. Martin van Bruinessen, Dosen Fakultas Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, melalui tulisannya yang pernah disampaikan dalam seminar “Tradisi-tradisi Tekstual di Asia Tenggara” di Bern Jerman Barat, Juli 1989, mencoba menelusuri asal-usul tradisi pesantren, kitab-kitab yang dipelajari dan perkembangannya di Indonesia.

ISLAMISASI ILMU, SEBUAH RESPONS



ISLAMISASI ILMU, SEBUAH RESPONS*)
Oleh Fazlur Rahman

Fazlur Rahman, adalah pemikir Muslim kenamaan yang wafat pada 26 Juli 1988 lalu. Dia dilahirkan di Pakistan pada 1919 dan menyelesaikan pendidikan tingginya di Universitas Oxford dengan disertasi mengenai Filsafat Ibn Sina. Setelah mengajar di Universitas Durham, Inggris, dan Universitas McGill, Kanada, dia menjabat Direktur Lembaga Riset Islam di Pakistan (1962-1969). Setelah itu ia menjabat Guru Besar Pemikiran Islam di Universitas Chicago, AS, sampai wafatnya. Beberapa bukunya telah terbit dalam bahasa Indonesia Islam (1982), Islam dan Modernitas (1984), Membuka Pintu Ijtihad (1983), dan Tema Pokok al-Qur‘an (1985). Baku-bukunya yang belum terbit dalam bahasa Indonesia, antara lain Prophecy in Islam (1958) dan Health and Medicine in the Islamic Tradition (1987).
Dalam kenyataan, dunia Barat modern telah menghasilkan berbagai jenis sistem ilmu pengetahuan, baik yang bersifat filsafat, teologi, maupun ilmu-ilmu empiris seperti sosiologi dan sains. Ada banyak sistem yang disetujui al-Qur‘an, tapi banyak juga yang ditolaknya. Di samping itu dunia modern pun telah berkembang melalui pengetahuan yang sama sekali tidak Islami. Penyebabnya karena dunia modern telah salah dalam menggunakan ilmu pengetahuan. Dalam tulisan ini Fazlur Rahman memaparkan bahwa yang penting itu bukan menciptakan ilmu pengetahuan yang islami, tapi menciptakan pemikir besar yang berpikiran positif dan konstruktif.

MENEMUKAN KEMBALI VISI PROFETIS NABI: TENTANG GAGASAN PEMBEBASAN DALAM KITAB SUCI



MENEMUKAN KEMBALI VISI PROFETIS NABI:
TENTANG GAGASAN PEMBEBASAN DALAM KITAB SUCI*)
Oleh Asghar Ali Engineer
Dr. Asghar Ali Engineer, adalah seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) yang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap tema-tema pembebasan (liberation) dalam  al-Qur’an. Misalnya ia pernah menulis artikel “Toward  Liberation Theology in Islam.” Banyak teman-temannya yang non-Muslim baik di India, tempatnya berasal maupun di luar negeri, kaget jika ia memaparkan bahwa gagasan pembebasannya itu sebenarnya pertama kali lebih diinspirasikan oleh al-Qur’an, daripada ilmu sosial misalnya. la banyak menulis artikel di jurnal-jurnal dan beberapa buah buku yang bertemakan analisis sosial diantaranya adalah Islamic State.

Tentu saja bukan suatu kebetulan jika dalam al-Qur‘an banyak disinggung tentang gagasan-gagasan pembebasan. Justru menurut Asghar Ali Engineer, hakekat dari al-Qur’an -dan karena itu sebenarnya visi profetis kenabian- adalah pembebasan. Dalam artikel ini ia memaparkan visi tersebut, dan menunjukkan relevansinya pada situasi dunia Islam dewasa ini.
Saya akan berbicara tentang tradisi pembebasan Islam dan gerakan protes yang ada di  India. Pertama-tama saya ingin menjelaskan bahwa saya serius memikirkan masalah agama. Saya mendapati diri saya terlibat secara emosional dengan semangat dasar agama saya, Islam. Saya pikir Islam adalah gerakan protes itu sendiri. Ia, tidak hanya memprotes terhadap kondisi sosial yang ada pada waktu itu, tapi secara sempurna telah merubahnya.

BEBERAPA LANGKAH PENINGKATAN MUTU BANGSA



BEBERAPA LANGKAH PENINGKATAN MUTU BANGSA
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo
Nama Sayidiman Suryohadiprojo, di masyarakat lebih dikenal sebagai penulis ketimbang  mantan perwira tinggi TNI AD berpangkat Letnan Jenderal. Ia lahir di Bojonegoro, 1927, dan menyelesaikan Akademi Militer RI di Yogyakarta, 1948. Karier militemya dimulai dari Komandan Peleton di Divisi Siliwangi hingga Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), 1974. Mantan Dubes Indonesia di Jepang ini, sangat produktif menulis dan
kerap diundang dalam pelbagai seminar. Mungkin karena keluasan pengetahuan dan ketajaman pemikirannya itulah, baru-baru ini ia dipanggil Pak Harto untuk menjadi Dubes  keliling dalam rangka “sosialisasi” hasil-hasil Konferensi Puncak Gerakan Non-Blok (GNB) baru lalu di Jakarta. Selain itu, Sayidiman juga adalah anggota Dewan Penasehat Pengurus ICMI Pusat.

Mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Karena itu upaya peningkatan mutu umat Islam sangat menentukan hari depan Bangsa Indonesia. Tapi, ternyata ada kendala mental dan struktural yang menghambat pengembangan potensi umat Islam dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kendala mental antara lain tercermin dalam sikap pikiran dan perasaan menjadi “anak orang kaya yang manja”. Sedang kendala struktural antara lain berupa kurangnya kemampuan memanfaatkan potensi dan karunia Tuhan, terbatasnya kemampuan menghasilkan sintesa dalam proses dialektika serta kurangnya kemampuan mewujudkan jaringan sosial (social network) yang efektif. Menurut Letjen (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo dalam esseinya ini, kalau kita berhasil mengatasi kelemahan-kelemahan itu, Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan efektif.

KARAKTERISTIK TAFSIR AL-QUR’AN DI INDONESIA ABAD KEDUAPULUH



KARAKTERISTIK TAFSIR AL-QUR’AN DI INDONESIA 
ABAD KEDUAPULUH
Oleh M. Yunan Yusuf
Dr. M. Yunan Yusuf, putera Pasar Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ini lahir 1949, mendapat pendidikan di Fakultas Ushuluddin, IAIN lakarta (1978). Gelar Doktor ia peroleh dari Fakultas Pasca Sarjana juga di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dengan judul disertasi “Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah telaah tentang Pemikiran dalam Teologi Islam.” Di samping sebagai dosen di Pasca Sarjana IAIN Jakarta, sekarang ia juga menjabat sebagai pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta. Ia pun aktif mengisi kursus-kursus keislaman, di antaranya di Yayasan Paramadina.

Dilihat dari segi karakteristiknya, tafsir Qur’an di Indonesia abad 20 terdapat banyak persamaan, Walaupun ada juga perbedaannya. Namun berdasarkan hasil kajian M. Yunan Yusuf atas beberapa tafsir Qur’an Indonesia, akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar ternyata masih beraliran tradisional. Cirinya, memberikan penafsiran secara harfiah atas ayat-ayat mutasyabihat.
Al-Qur’an adalah Kitabullah yang di dalamnya termuat dasar-dasar ajaran Islam. Al-Qur’an menerangkan segala perintah dan larangan, yang halal dan haram, baik dan buruk, bahkan juga memuat berbagai kisah sejarah umat masa lampau.
Seluruh yang termaktub dalam al-Qur‘an itu hakekatnya ajaran yang harus dipegang oleh umat Islam. Ia memberikan petunjuk dan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat dalam bentuk ajaran aqidah, akhlak, hukum, falsafah, siyasah, ibadah dan sebagainya.
Tapi untuk mengungkap dan menjelaskan itu semua, tidaklah memadai bila seseorang hanya mampu membaca dan menyanyikan al-Qur‘an dengan baik. Diperlukan bukan hanya sekedar itu, tapi lebih pada kemampuan memahami dan mengungkap isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang dikandungnya. Kemampuan seperti inilah yang diberikan tafsir.[1])
Sebab itu dikatakan, “tafsir adalah kunci untuk, membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur‘an. Tanpa tafsir orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada di dalamnya”.[2])
Upaya penulisan tafsir di Indonesia sudah lama berjalan. Dimulai dari karya ‘Abd al-Ra‘uf Singkel Tarjuman al-Mustajid, dalam tulisan Arab Melayu, pada abad 17,[3]) hingga Tafsir Rahmat karya H. Oemar Bakry di abad 20 ini. Dalam masa lebih kurang tiga abad itu telah banyak tafsir Qur‘an yang dihasilkan.[4])