Ki Bagoes Hadikoesoemo
Dasar Negara Agama
Islam, 31 Mei 1945
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Tuan-tuan yang mulia,
sidang yang terhormat!
Segala pengantar
kata dan ucapan terima kasih yang sebaik-baiknya dari pembicara yang telah
lalu, saya ikuti dengan sepenuhnya; maka dari sini saya tidak akan mengulangi
mengucapkan itu lagi melainkan saya akan terus menerus membicarakan dan
memaparkan segala yang terasa dalam hati dan apa yang menjadi pendapat saya.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Tiap-tiap
masyarakat atau negara, apabila sudah kusut atau kocar-kacir, sudah bobrok
hingga tidak ada lagi batas antara buruk dan baik serta halal dan haram,
usaha-usaha yang baik diabaikan dan laku kemaksiatan dianggap kesenangan yang
biasa dan umum niscaya Allah membangkitkan para nabi dan rasul untuk memimpin
dan membangunkan masyarakat baru yang teratur yang menuju keadilan dan
ketertiban, keamanan dan kesejahteraan. Meskipun sekarang ini sudah tidak ada
nabi dan rasul lagi, tetapi firman-firman yang disampaikan kepada nabi dan
rasul terakhir Muhammad SAW masih tetap utuh sampai akhir zaman, yang harus
dipelajari dan dilaksanakan sehingga dapat melahirkan masyarakat baru itu.
Kanan nasu ummatan wahidah,
artinya: Adalah hidup manusia itu merupakan satu masyarakat.
Tegasnya, manusia
tidak akan dapat hidup menghindari diri dari manusia yang banyak. Manusia tidak
akan hidup jika tidak suka menerima pertolongan manusia lain, tidak suka
bercampur gaul dan tolong-menolong untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya, oleh
karena itu manusia adalah negara atau masyarakat.
Tuhan Allah Yang
Mahamulia telah menciptakan manusia menjadi makhluk yang terpenting dan
terutama di dunia ini dan tidak akan mengabaikannya. Maka setelah masyarakat
mereka kusut, Allah membangkitkan para nabi untuk memberi petunjuk serta
memimpin mereka untuk mengatur masyarakat yang sudah kusut itu dan Allah memberikan pengaturan yang baik dan sempurna
yang dapat menuntun mereka menuju ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan yang
berdasarkan keadilan
Tuan-tuan!
Nyata dari
keterangan saya tadi, bahwa tuan-tuan yang sekarang ini duduk di sini sebagai
anggota Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan, yaitu persiapan untuk membangun
satu negara menyusun satu masyarakat, memang sesungguhnya tuan-tuan telah
menjadi waris para nabi, yaitu mewarisi pekerjaannya untuk membentuk satu
negara atau menyusun satu masyarakat. Maka perkenankanlah saya terlebih dahulu
akan mendoa:
Allahummahdinashiraathal
mustaqiim shiraathallaziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa
ladhdhaalliin, artinya: “Ya Allah, berikanlah kami petunjuk ke jalan yang
benar. Yaitu, jalan yang telah Engkau Anugerahi nikmat dan bukan jalan
orang-orang yang Engkau Murkai, bukan jalan orang-orang yang Sesat.”
Tuan-tuan dan sidang
yang terhormat!
Bagaimanakah cara
para nabi itu membentuk negara atau masyarakat baru? Kalau kita selidiki
sejarah para nabi itu, akan nyata kepada kita bahwa segala kekusutan dan
kekacauan masyarakat itu timbul dari jiwa yang kusut dan didorong oleh hawa nafsu
jahat dalam dada manusia, lalu menimbulkan akhlak yang hina-nista serta kemauan
jahat dan tamak-serakah, yang akibatnya melahirkan perbuatan jahat dan aniaya;
akhirnya menyebabkan kekusutan dan kekeruhan masyarakat.
Kehendak yang
jahat saya tegaskan di sini. Setengah dari kehendak jahat yang paling berbahaya
ialah tamak dan serakah, yaitu: hendak menang sendiri, hendak kaya sendiri, dan
hendak mendapat nama sendiri. Kehendak demikian itu sangat jahat.
Di sini kita
dapat membuktikan bahwa dalam permusyawaratan seperti sekarang ini yang
maksudnya akan membereskan sesuatu perkara dengan jalan mempersatukan
pendapat-pendapat yang bertentangan sehingga menjadi bulat; tetapi persatuan
dan kebulatan tekad itu tak mungkin tercapai selagi masih ada watak yang suka
apa-apa kehendak sendiri itu, bahkan perkara yang hampir bulat atau telah
bulat, karena adanya keinginan mencari menang dan nama sendiri itu, dapat
menjadi pecah lagi. Inilah misal yang terdapat pada umumnya orang yang
mengajak: “Marilah bermusyawarah!”
Oleh karena itu
dengan ringkas saya katakana: segala perbuatan meskipun kelihatannya baik,
tetapi bila didorong oleh hawa nafsu niscaya tidak akan menjadi baik dan tak
mungkin dapat menghasilkan kebaikan. Inilah kejahatan hawa nafsu jahat itu. Ia
merusak segala perbuatan dan tunas yang baik.
Dalam usahanya
memperbaiki masyarakat para nabi dan rasul bermula menitikberatkan kepada
perbaikan budi pekerti perseorangan yang menjadi anggota masyarakat itu. Sebab
jika budi pekerti anggota-anggota masyarakat baik, niscaya keadaan masyarakat
itu akan menjadi baik pula dan selanjutnya tentu akan menimbulkan
perbuatan-perbuatan dan kemajuan yang baik dan utama. Bahkan umpama ada suatu
masyarakat yang budi pekerti anggota-anggotanya sudah baik semua, saya kira
tidak perlu lagi kepada peraturan dan tidak usah apa pemerintahan; sebab adanya
peraturan dan pemerintahan adalah semata-mata untuk memperbaiki dan menjaga
tetapnya kebaikan, jadi apabila kesemuanya sudah baik dan tetap kebaikannya
itu, maka tidak perlu lagi adanya peraturan dan pemerintahan itu. Tetapi
keadaan dunia tidak demikian halnya, hawa nafsu selamanya melekat dalam jiwa
manusia.
Oleh karena itu
masyarakat senantiasa menghajatkan adanya peraturan dan pemerintahan yang
bermaksud menuju kesentosaan, ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan umum.
Bagaimanakah dan
dengan pedoman apakah para nabi itu mengajar dan memimpin umatnya menyusun
negara dan masyarakat yang baik? Baiklah saya terangkan dengan tegas dan jelas,
ialah dengan bersendi ajaran agama.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Coba tuan-tuan
pikirkan dengan tenang dan cermat bahwa agama Islam mengandung ajaran empat
perkara yang pokok, ialah:
1. Ajaran Iman atau kepercayaan kepada Allah
dan perkara gaib.
Ajaran ini membuahkan
cahaya yang gilang gemilang dalam jiwa manusia karena adanya iman yang teguh
dan bersemangat. Dari iman ini akan timbul watak dan budi pekerti yang baik.
Sudah saya terangkan bahwa kejahatan manusia didorong oleh kehendaknya yang
jahat, dan kehendak jahat ini tak dapat kita patahkan kecuali dengan kekuatan
lebih besar, yaitu keimanan yang teguh dan bersemangat.
Tuan-tuan dapat
mengetahui diri tuan sendiri. Cobalah perhatikan di waktu tuan sedang marah
yang datangnya dari kemarahan itu dari hawa nafsu. Siapakah yang dapat menahan
kemarahan tuan itu? Tak ada lain kecuali kemauan tuan yang lebih kuat dari pada
kemarahan itu, meskipun dalam menahan kemarahan itu hati tuan masih kecewa atau
belum puas. Tetapi bila tuan memiliki keimanan yang kuat dan teguh menyinari
jiwa tuan, niscaya nafsu kemarahan tuan dapat tuan atasi dengan membuahkan
kepuasan.
2. Ajaran beribadah, berhikmat dan berbakti
kepada Allah
Tuan-tuan yang
terhormat!
Sungguh, sebelum
seseorang melakukan sendiri ibadah ini dan belum merasakan bagaimana
pengaruhnya terhadap jiwanya, ia tak akan dapat merasai dan meyakinkan hikmat
dan manfaat ibadah itu bagi dirinya, meskipun panjang dan lebar keterangan
orang kepadanya tentang hikmah dan manfaat ibadah. Sebab ibadah itu perkara
hubungan antara jiwa manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesuatu yang tidak
cukup hanya diterangkan saja. Tuan-tuan niscaya akan mendapat hikmah ibadah itu
bila tuan-tuan telah melakukan sendiri dengan sungguh hati dan seksama.
Adapun faedah
ibadah niscaya tuan-tuan telah mengetahui, ialah untuk menyiram iman dalam
kalbu agar dapat kuat berdiri tegak dan hidup bersemangat berkobar dalam jiwa.
Akan tunas iman yang tidak diikuti dengan amal ibadat, niscaya akan lemah tak
berdaya lagi, dan akhirnya mati.
Dua ajaran yang
telah saya terangkan di atas itu merupakan kewajiban manusia terhadap Tuhannya,
untuk menjadi pedoman batin dan didikan rohani.
3. Ajaran beramal saleh (berbuat kebaikan)
Kata-kata
“berbuat kebaikan” luas sekali maknanya tetapi telah jelas dan terang artinya.
Tiap orang yang mendengar kata-kata itu tentu maklum akan maksudnya. Beramal
saleh ialah berbuat baik kepada orang tua, anak, kepada tetangga, dan tetamu,
kepada handai taulan dan orang (golongan) lain, dan kepada masyarakat seluruhnya.
4. Ajaran berjihad di dalam jalan Allah
Yang dimaksud
dengan berjihad di jalan Allah ialah: dengan suka rela berjuang mati-matian
dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga untuk menuntut dan menegakkan
kebenaran dan keadilan.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Keempat perkara
itulah keringkasan ajaran agama Islam yang telah diajarkan dan dipimpin oleh
para nabi untuk memperbaiki serta menyusun masyarakat atau negara.
Cobalah
kenangkan, jika negara yang kita bangun ini mempunyai rakyat yang memiliki
ajaran empat perkara itu. Yaitu, beriman, beribadat, beramal saleh dan rela
berjihad mempertahankan kebenaran dan keadilan. Alangkah sentosanya,
bahagianya, makmur, dan sejahteranya negara kita ini. Camkanlah benar-benar!
Tuan-tuan yang
terhormat!
Tentu saja tuan-tuan
menghendaki negara kita ini mempunyai rakyat yang kuat bersatu padu, erat
persaudaraannya lahir dan batin. Kalau memang demikian maka marilah kita
bangunkan negara kita ini berdiri di atas dasar-dasar agama Islam untuk
mencapai persatuan yang kokoh sebagai yang difirmankan oleh Allah:
Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh
dengan tali Allah (agama Islam) dan jangan kamu bercerai berai. Ingatlah akan
nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu, yaitu dahulu kamu bermusuh-musuhan
satu dengan yang lain tetapi sekarang Allah telah berkenan mempersatukan hati
kamu sekalian, sehingga dengan nikmatNya tadi kamu dapat menjadi bersaudara
seerat-eratnya. (Q.S. Ali ‘Imran (3) : 103)
Dan hendaklah kamu sekalian
bertolong-tolongan atas kebaikan dan takwa kepada Allah.(Q.S.Al-Ma’idah (5) :
3).
Dan sabda Nabi
Muhammad SAW : Hubungan seorang mukmin
dengan mukmin lainnya sebagai batu tembok, satu dan lainnya kokoh-mengokohkan.
Orang-orang mukmin dalam kesayangan, belas
kasihan dan lemah lembutnya, dapat diumpamakan sebagai keadaan tubuh; apabila
salah satu anggotanya menderita sakit, maka keseluruhannya pun merasa sakit
pula dan tak dapat tidur.
Dalam masa 350
tahun kita berada dalam masa penjajahan, kita selalu berselisih bercerai-berai
akibat pengeruh politik penjajahan yang bersifat memecah belah. Sedemikian
hebatnya perpecahan kita di masa itu, sehingga suatu perkara yang semestinya
dapat menjadi tali pengikat yang kuat dalam persatuan dan persaudaraan kita, tetapi
bahkan menjadi pangkal percekcokan dan perpecahan bila perkara itu dibicarakan.
Sehingga kebanyakan orang merasa kuatir dan takut membicarakannya. Perkara
apakah itu? Bahkan saya jelaskan, ialah soal agama.
Padahal sudah
jelas dan tuan-tuan mengetahui bahwa agama itu petunjuk dari Tuhan Rabbul ‘Alamin agar menjadi pedoman
hidup manusia untuk menuju kebahagiaan dan kesejahteraan bersama di dunia
maupun di akhirat, dan untuk menjadi tali kebangsaan, persatuan, dan
persaudaraan lahir dan batin.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Tuan-tuan telah
maklum apabila ada seorang yang hendak membentangkan dan mengetengahkan soal
agama atau meninjau suatu perkara dari segi agama, rupanya ia sangat takut dan
berhati-hati sekali karena kuatir kalau-kalau pembicaraan itu menimbulkan
perselisihan dan perpecahan.
Padahal
sebenarnya bukan perkara agama saja yang dapat menimbulkan perselisihan dan
perpecahan apabila diperbincangkan dengan tidak berdasar kejujuran, kesucian
dna keikhlasan. Perkara apakah dibentuk negara kita ini republik atau monarki,
serikat atau kesatuan, itu pun dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan
yang amat hebat dan dahsyat.
Bila pembicaraan
dan permusyawaratan tidak berdasarkan kesucian, keikhlasan, dan kejujuran;
tetapi berdasarkan keinginan perseorangan atau golongan, untuk menang sendiri;
mau mendapat nama sendiri atau mau enak sendiri; atau berdasarkan kekhawatiran
tidak akan mendapat pangkat atau kursi; sudah pasti akan timbul perpecahan dan
perbantahan yang lebih dahsyat dan berbahaya. Atau karena memang kita telah
kena pengaruh politik memecah belah gemar berselisih suka bercekcok seperti di
kala zaman penjajahan Belanda.
Sampai saat ini
bekas-bekas politik penjajahan itu masih ada, kentara sekali dalam jiwa kita
bersama. Itulah sesungguhnya yang menjadi sebab timbulnya percekcokan,
perpecahan, dan lain-lain yang jahat, bukan disebabkan oleh agama yang baik dan
suci itu.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Sekarang
tuan-tuan ketahui, kemarin ada beberapa pembicara yang membicarakan (berbicara
mengenai) agama Islam. Salah seorang dari pembicara-pembicara itu telah mengucapkan perkataan yang sekiranya
diucapkan di zaman dahulu (penjajahan) mungkin menimbulkan amarah kaum muslimin
karena merasa terhina, perkataan itu ialah : “Saya lebih suka berkumpul dengan
orang Budha daripada orang Islam yang tidak baik!”
Tetapi pada masa
sekarang ini saya tidak marah mendengarkan ucapan itu dan tidak akan marah, karena
kita bersaudara dan bersatu hati, cita mencintai dan sayang menyayangi.
Marilah kita
kembali kepada pembicaraan semua, yaitu: Jika tuan-tuan bersungguh-sungguh
menghendaki Negara Indonesia mempunyai rakyat yang kuat bersatu padu berdasar persaudaraan
yang erat dan kekeluargaan dan gotong royong, didirikanlah negara kita ini di
atas petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan al-Hadits seperti yang sudah saya
terangkan tadi.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Niscaya tuan-tuan
mengharapkan negara kita ini mempunyai perekonomian yang kuat, kalau benar
demikian cobalah dirikan negara ini atas firman Allah: Dan Ia (Allah) telah
menyerahkan samudra kepadamu agar kamu makan ikannya yang lezat itu dan kamu
keluarkan perhiasannya (mutiara dan sebagainya) untuk kamu pakai; dan kamu
lihat kapal berlayar di samudra, maka hendaklah kamu berusaha mencari rezeki
anugerahNya dan hendaklah kamu bersyukur. (Q.S. an-Nahl (16) : 14).
Sudah terang dan jelas arti ayat ini, ialah
menyuruh kita mencari rezeki Allah di atas dan di dalam laut dengan
mengusahakan perikanan, pelayaran, serta pencaharian mutiara dan sebagainya.
Masih banyak ayat-ayat al-Qur’an yang searti dengan ini, yakni menganjurkan
pertanian, pengairan, peternakan, pertenunan, dan lain-lain sebagainya,
sebagaimana yang tersebut di dalam surat Ibrahim, an-Nahl, al-Hajj, dan
sebagainya. Oleh sebab itu agar perekonomian negara kita ini kuat dan sentosa
haruslah didirikan atas perintah-perintah Allah.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Apakah tuan-tuan
menginginkan negara yang kita bangun ini mempunyai pertahanan dan pembelaan
yang kokoh kuat? Bangunlah negara ini atas firman-firman Allah.
Dan hendaklah
kamu dengan segenap tenagamu menyediakan angkatan perang umpamanya menyediakan
angkatan berkuda dan sebagainya sehingga musuh Allah dan musuh kamu merasa
lemah dan takut. (Q.S. al-Anfal (8) : 60).
Hai orang-orang
yang beriman! Mengapakah kamu suka mengatakan perkara yang tidak kamu kerjakan?
Besar sekali siksa Allah kepadamu, bila kamu gemar berbicara tetapi segan
berbuat. Sungguh Allah mencintai orang yang bersedia berperang memepertahankan
agamaNya. Berbaris rapat merupakan benteng berlapis baja. (Q.S. As-Shaff (61) :
2-4)
Hai orang-orang
yang beriman! Sukakah kamu Aku tunjukkan perdagangan yang dapat menghindarkan
diri kamu dari siksa yang amat pedih? Yaitu hendaklah kamu percaya kepada Allah
dan RasulNya serta berperang di jalan Allah dengan mempertaruhkan harta dan
jiwa ragamu. Jika kamu berbuat demikian, itulah yang sebaik-baiknya bagi kamu
jika kamu mengetahui hikmahnya. Kalau kami berbuat demikian, niscaya Allah
mengampuni dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang indah, di bawah
pohonnya mengalir sungai yang jernih airnya, dan kamu akan tinggal di
istana-istana dalam surga yang kekal abadi; itulah kebahagiaan yang sebesar-besarnya.
Sedang di dunia kamu akan memperoleh perkara yang sangat kami harap-harapkan,
yaitu pertolongan Allah dan kemenangan yang segera pasti datang. (Q.S.
Ash-Shaff (61) : 10-13)
Tuan-tuan yang
terhormat!
Maksud ayat-ayat
itu sudah terang jelas, ialah menyuruh kita senantiasa bersiap sedia untuk
menolak setiap serangan musuh yang mungkin datang untuk memukul, dan menyuruh kita
mencurahkan segala tenaga dan benda yang ada pada kita untuk menyediakan segala
kekuatan perang sehingga dapat menggetarkan hati musuh, serta menyuruh agar
kita berjuang mati-matian dalam jalan Allah dengan mempertaruhkan harta benda
dan jiwa raga untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Cobalah kenangkan;
alangkah kuat dan kokohnya negara yang dibela dan dipertahankan itu. Oleh
karena itu bangunlah negara kita ini dengan bersendi agama Islam yang
mengandung hikmah dan kebenaran.
Tuan-tuan dan sidang
yang terhormat!
Dalam negara
kita, niscaya tuan-tuan menginginkan berdirinya suatu pemerintahan yang adil
dan bijaksana, berdasarkan budi pekerti yang luhur bersendikan permusyawaratan
dan putusan, serta luas berlebar dada tidak memaksa tentang agama. Kalau benar
demikian, dirikanlah pemerintahan itu atas nama agama Islam karena ajaran Islam
mengandung kesampaiannya sifat-sifat itu. Firman Allah yang artinya: Bahwasanya
Allah menyuruh bersifat adil dan berbuat baik. (Q.S. an-Nisa’ (4) : 5).
Dan ajaklah
mereka rakyat itu bermusyawarah tentang perkara mereka. (Q.S. Ali ‘Imran (3) :
159). …Dan ada pun urusan mereka rakyat hendaklah dimusyawaratkan antara mereka
sendiri … (Q.. Asy-Syura (42) : 38). Tidak boleh ada paksaan tentang agama,
karena sudah jelas perbedaan antara benar dan sesat. (Q.S. al-Baqarah (2) :
256).
Dengan ayat-ayat
yang singkat ini, cukuplah kiranya sudah untuk mengetahui bahwa agama Islam itu
cakap dan cukup serta pantas dan patut untuk menjadi sendi pemerintahan
kebangsaan di negara kita Indonesia ini. Tetapi di antara tuan-tuan ada juga
orang-orang yang tidak setuju negara kita ini berdasarkan Islam.
Sudah kerapkali
diperingatkan bahwa: Jika orang hendak membentangkan suatu soal mengenai agama
haruslah ia berhati-hati sebab memang soal-soal agama itu perkara penting dan
makan hati. Saya tahu bahwa tuan-tuan telah berhati-hati dan saya pun akan
berhati-hati pula.
Tuan-tuan!
Kemarin salah
seorang pembicara mengupas hal itu dengan panjang lebar lagi jelas dan tenang,
yang terpenting dibicarakannya ialah tentang dasar negara kita, apakah negara
kita ini akan didasarkan kebangsaan atau agama? Pembicara tidak setuju kalau
negara berdasar agama. Katanya sebab peraturan agama tidak cukup lagi mengatur
negara, dan lagi katanya agama itu tinggi dan suci, jadi agar supaya tetap
terus suci janganlah agama dicampurkan dengan urusan negara.
Tuan Ketua Sidang
yang terhormat!
Sebagaimana Ki
Hadjar Dewantara telah menerangkan betapa kekuatan dan meresapnya kebudayaan ke
dalam jiwa kita, tentu tuan-tuan mengetahui juga betapa meresap dan melekatnya
agama di hati dan jiwa pemeluknya, tentu lebih meresap dan lebih melekat karena
ajaran agama memang berdasar kepercayaan dan perasaan hati yang
sedalam-dalamnya. Dan menurut keterangan Kiyai Sanusi tadi, adalah pembicara
yang mengatakan bahwa agama Islam atau al-Qur’an itu tidak cukup untuk menjadi dasar
tata negara, itu keliru dan salah sekali. Karena al-Qur’an yang berisi lebih
dari 6000 ayat itu hanya ada kira-kira 600 ayat saja yang mengenai hal ibadah
dan akhirat, sedang selebihnya mengenai tata negara dan urusan keduniaan. Lagi
beliau menguatkan apabila negara kita ini tidak bersendi agama Islam,
kalau-kalau sampai penduduk yang terbanyak itu besikap dingin terhadap negara.
Sebab umat Islam adalah umat yang mempunyai cita-cita luhur dan mulia sejak
dahulu hingga sekarang ini seterusnya pada masa yang akan datang, yaitu ada
kemungkinan dan kesempatan, pastilah umat Islam akan membangunkan negara atau
menyusun masyarakat yang didasarkan atas hukum Allah dan agama Islam.
Sungguh yang
demikian itu memang telah menjadi tanggungan dan kewajiban umat Islam terhadap
agamanya, apabila tidak berbuat demikian berdosalah mereka terhadap Allah
Tuhannya. Yang demikian itu telah menjadi kepercayaan dan keyakinannya, bukan
kepercayaan berdasar pengetahuan dan keyakinannya, bukan kepercayaan yang acap kali
dikatakan bijgeloof atau takhayul, bukan sekali-kali.
Sudah 1400 tahun
yang lalu hukum Islam kiblat al-Qur’an tetp berlaku sebagai sendi hukum negara
di seluruh negeri-negeri Islam seperti Mekkah (Saudi Arabia), Mesir, Irak, dan
sebagainya. Adapun kerajaan Turki yang oleh salah seorang pembicara kemarin
diterangkan bahwa Sultan Sulaiman telah mengadakan hukum kapitulasi terhadap
bangsa-bangsa yang beragama lain, akhirnya dapat merugikan negara Turki
sendiri. Yang demikian itu jika dikupas benar-benar, akan ternyata bahwa bukan
karena kurang lengkapnya Hukum Islam untuk mengatur negara dan bukan karena
kesalahan Sultan Sulaiman semata-mata, akan tetapi yang terpokok adalah
disebabkan pengaruh kejahatan tipu muslihat politik imperialisme barat yang
memang selamanya berkehendak untuk merampas kekuasaan negara-negara di seluruh
Asia atau negara-negara kulit berwarna. Itulah yang sebenarnya sangat
mengecewakan dan membahayakan kerajaan-kerajaan atau negara Islam tidak akan
melarang warga negaranya untuk beragama lain dan melakukan agamanya itu. Ini
disebabkan karena memang demikianlah tuntutan dan ajakan agama Islam.
Kalau ada sebuah
negara Islam yang kokoh kuat berpendirian keras untuk tidak mengadakan hukum
kapitulasi terhadap penduduk yang beragama lain, namun akan ada juga orang yang
berkata: Agama Islam adalah agama yang sudah kolot dan hukumnya sempi, sudah
tidak layak lagi untuk menjadi dasar negara modern. Di sanalah memang sulitnya
orang mengupas politik dunia, sebab bila hukum yang benar? Saya berpendirian
teguh dan kuat bahwa agama Islam dengan hukumnya yang luas itulah yang benar,
bukan politik curang rakus dengan segala tipu muslihatnya.
Cobalah tuan-tuan
selidiki sejarah Islam di masa junjungan Nabi Muhamad SAW memimpin umatnya dengan
petunjuk al-Qur’an dan Khulafaurrasyidin melakukan hukum Islam dalam
masyarakat, di situ tuan-tuan akan mendapat teladan yang baik untuk membangun negara
dan menyusun masyarakat.
Seringkali
terdengar suar yang mengatakan bahwa hukum Islam itu adalah peraturan yang
sudah tua, tidak dapat lagi dilakukan zaman sekarang ini, buktinya di Indonesia
yang kebanyakan penduduknya beragama Islam, tetapi hukum Islam nyata tak dapat
berjalan. Memang benar, tetapi tuan-tuan harus ingat juga apa yang menyebabkan
hukum Islam tak dapat berjalan dengan sempurna di Indonesia ini. Sebabnya tiada
lain ialah karena tipu muslihat curang yang dilakukan oleh pemerintah
Hindia-Belanda yang menjajah negeri kita ini, yang memang senantiasa berusaha
hendak melenyapkan agama Islam dari jajahannya oleh karena tahu bahwa selama
bangsa Indonesia tetap berpegang teguh kepada agama Islam, tentu tidak
menguntungkan dia. Oleh karena itu hukum-hukum Islam yang berlaku di Indonesia
sedikit demi sedikit hendak dihapuskan dan diganti dengan hukum lain yang
dikehendakinya.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Saya masih ingat
ketika pemerintah Hindia-Belanda berusaha hendak menghapuskan hukum Islam
tentang urusan waris dan akan diganti dengan hukum adat (adat recht).
Terlebih dahulu urusan waris itu diambil dari raad agama dan dipindahkan kepada
landraad. Ini kejadian dalam tahun 1922. Oleh pemerintah lalu dibentuk panitia
yang katanya dari kaum muslimin, untuk merencanakan segala peraturan yang
bersangkutan dengan hal itu. Panitia itu dikuasai oleh Prof. Dr. Husein
Djajadiningrat dan saya sendiri sebagai anggotanya. Di dalam rapatnya yang
memakan waktu kurang lebih sepuluh hari itu, setelah dibicarakan diperdebatkan
dengan hebat dan panjang lebar, maka mendapat keputusan dengan suara terbanyak
sekali bahwa hukum Islamlah yang harus dipakai oleh landraad untuk memutuskan
perkara-perkara yang mengenai atau bersangkut paut dengan hal ikhwal waris.
Tetapi apa lacur?
Oleh karena putusan rapat itu dipandang oleh pemerintah tidak sesuai dengan
kehendaknya, maka setelah rapat selesai, putusan tersebut diubah, dicorat-coret
dan ditambah sehingga hukum adat yang tadinya telah tertolak mentah-mentah dan habis-habisan
dapat dimasukkan lagi. Ya, karena memang itulah yang dikehendaki. Putusan yang
telah diubah ini tidak lekas dijalankan tetapi diperam terlebih dahulu untuk
menjaga jangan sampai umat Islam gusar dan menentang, di samping itu dilakukan
propaganda adat recht di seluruh tanah Jawa, di rapat-rapat orang-orang yang
memang sudah dipandang tidak memperhatikan kepada agama Islam. Baru kemudian
setelah umat Islam kelihatan lupa kepada perubahan hukum waris itu, lambat laun
putusan yang telah diubah itu dijalankan, yaitu pada tahun 1934.
Apalagi yang
terjadi sejak peraturan itu berlaku?
Tuan-tuan, tidak
hanya hukum Islam yang mengenai urusan waris saja yang tertekan, juga jalan
pernikahan antara kaum Muslimin dan kaum Roma-Katolik atau Kristen, sehingga
banyak pegawai penghulu menjadi korban. Tidak sampai demikian saja usaha
pemerintah penjajah untuk menghalang-halangi jalannya hukum Islam di tanah air
kita ini. Hukum perkawinan Islam yang telah sekian abad berjalan dengan aman
dan baik hendak diganti pula dengan peraturan kawin catat. Tetapi umat Islam
serentak bangun bersama-sama menentang pemerintah itu. Oleh karena khawatir
akan timbul peristiwa yang tidak diharapkan maka maksud curang itu diurungkan
oleh pemerintah.
Sidang yang
terhormat, peristiwa itu hanya merupakan contoh dari perkara-perkara yang
sebenarnya masih banyak lagi. Jadi nyata sekali bahwa tidak berjalannya hukum
Islam di Indonesia ini bukan karena tidak sempurna dan tidak sesuainya dengan
tempat dan masa, akan tetapi karena dihalang-halangi dan kalau mungkin bahkan
akan dihapuskan.
Kalau dahulu
pegawai negeri yang menjalankan agama Islam dicatat dalam daftar hitam,
sekarang akan ditulis di atas kertas putih dengan tinta emas. Kerjakanlah agama
tuan dengan saksama sebab agama itulah yang akan menjadi tali kebangsaan,
persatuan, dan persaudaraan lahir-batin sekokoh-kokohnya; karena akan dapat
mengenalkan seorang dengan lainnya dan akan menimbulkan rasa saling
sayang-menyayangi serta harga-menghargai. Cobalah tuan-tuan suka mencoba,
niscaya akan mendapat kebenaran dan kenyataannya.
Sekarang marilah
kita kembali kepada pokok-pokoknya pembicaraan, ialah: Sedikitnya sudah enam
abad agama Islam menjadi agama kebangsaan Indonesia dan sedikitnya sudah tiga
abad sebelum Belanda menjajah di sini hukum Islam sudah dapat berlaku di sini
dengan sebaik-baiknya, yakni dapat membawa berkat manfaat dan maslahat bagi rakyat
banyak umumnya di dunia dan di akhirat. Maka banyak sekali hukum-hukum Islam
tadi yang sudah menjadi adat-istiadat bangsa Indonesia, sehingga tidak akan
salah lagi bila dikatakan bahwa hukum Islam itu sudah menjadi adat istiadat
bangsa Indonesia, karena memang sudah menjadi adat kebiasaannya sehari-hari.
Oleh karena itu,
untuk menyesuaikan dasar negara Indonesia dengan jiwa rakyatnya, tuan-tuan
harus mengetahui betul-betul adanya jiwa keislaman rakyat. Tuan-tuan sekarang
ini, mau tidak mau sudah tetap menjadi pemuka atau pemimpin rakyat, karena
memang sudah diangkat dan sudah semestinya. Maka selamilah jiwa rakyat
sedalam-dalamnya untuk menjadi negara yang kuat dan sentosa. Tinggallah di
desa-desa dan di kampung-kampung untuk mengetahui keadaan jiwa dan kehidupan
rakyat murba yang sebenar-benarnya. Di situ, tentu tuan-tuan nanti akan
mendapat bahwa rakyat yang terbanyak memang berjiwa Islam.
Tuan-tuan sidang
yang terhormat!
Ketahuilah, bahwa
umat Islam yang sebanyak 90 persen itu rata-rata mempunyai jiwa yang hidup
bersemangat karena jiwanya itu mengandung iman yang teguh lagi kuat karena
jiwanya itu bersandar ajaran kitab suci al-Qur’an yang penuh dengan ilmu dan kebijaksanaan serta pengetahuan dan
kenyataan, bukannya kepercayaan yang hanya didasarkan dongengan belaka, atau
ketakhayulan saja; akan tetapi iman yang berdiri di atas sendi yang kokoh dan
kuat. Lagi pula iman tadi tiap-tiap hari disirami atau dibangkitkan dengan
sedikitnya ibadah shalat lima kali, dan tiap-tiap tahun dengan berpuasa
sebulan. Jadi sudah tentu iman tadi besar sekali pengaruhnya kepada jiwa. Sebab
itu, umat Islam karena tuntutan imannya, tiap-tiap tahun berani mengeluarkan
zakatnya 2,5% dari harta kekayaannya untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin
dan sebagainya dan berani pula lapar karena berpuasa.
Tuan-tuan
ketahuilah!
Meskipun bangsa
kita umumnya boleh dikatakan masih sangat lemah ekonominya, karena dari
sangatnya penindasan dan pemerasan di saman Belanda dahulu; sungguh pun
demikian, dalam kalangan kaum Muslimin dapat berdiri beribu-ribu pondok langgar
dan masjid yang dipergunakan untuk keperluan umum atau masyarakat. Dan di masa
yang modern ini, timbul beribu-ribu sekolahan, madrasah, dan macam-macam balai
pertolongan seperti rumah sakit yatim dan sebagainya.
Tuan-tuan!
Yang demikian itu
sungguh menunjukkan bahwa umat Islam itu karena pengaruh imannya, benar-benar
mempunyai jiwa yang hidup bersemangat, yang pada tiap saat dengan amat mudah
dibangkitkan serentak dengan mengeluarkan api yang berkobar-kobar untuk
berjuang mati-matian membela agamanya serta mempertahankan tanah air dan
bangsanya. Cobalah tuan-tuan ingat sejarah di masa yang akhir-akhir ini.
Siapakah yang berani menentang imperialis Belanda? Bukankah Diponegoro,
bukankah Teuku Umar, Imam Bonjol, dan kiai-kiai lainnya, yang beliau itu
penganjur dan pendekar rakyat yang berpegang teguh kepada Islam serta
mendasarkan perjuangannya di atas dasar agama Islam?
Tuan-tuan cobalah
ingat keadaan pergerakan rakyat pada saat yang paing akhir sekali, ialah mulai
adanya I.P. (Indische Partij), B.O. (Boedi Oetomo), S.I. (Syarikat Islam), dan
lain-lainnya. Manakah yang mendapat sambutan serta pengaruh yang terbesar dari
seluruh rakyat? Apakah bukan Syarikat Islam yang mendasarkan pergerakannya di
atas agama Islam itulah yang mendapat sambutan serta pengaruh yang terbesar
dari seluruh rakyat? Sehingga Syarikat Islam tadi dapat menggabungkan segenap
rakyat dari segala pelosok kepulauan, dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
dan lain-lainnya. Jadi, sudah terang dan jelaslah bahwa umat Islam itu di dalam
dirinya ada tersembunyi jiwa yang hidup dan bersemangat. Dan nyata sekalilah
pengaruh agama Islam kepada rakyat itu sangat kuat dan mendalam sekali.
Sekarang hanya menunggu adanya penganjur atau pendekar sejati yang cakap dan
sanggup akan memimpin dan membimbing mereka sesuai dengan kehidupan dan
kehendak jiwanya.
Oleh karena itu
tuan-tuan, saya sebagai seorang bangsa Indonesia tulen, bapak dan ibu saya
bangsa Indonesia, nenek moyang saya pun bangsa Indonesia juga yang asli dan
murni belum ada campurannya; dan sebagai seorang Muslim yang mempunyai
cita-cita Indonesia Raya dan Merdeka, maka supaya negara Indonesia merdeka itu
dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya mengharapkan akan
berdirinya negara Indonesia itu berdasarkan agama Islam. Sebab, itulah yang
sesuai dengan keadaan jiwa rakyat yang terbanyak, sebagaimana yang sudah saya
terangkan tadi.
Janganlah
hendaknya jiwa yang 90 persen dari rakyat itu diabaikan saja tidak dipedulikan.
Saya khawatir apabila negara Indonesia tidak berdiri di atas agama Islam,
kalau-kalau umat Islam yang terbanyak itu nanti bersifat pasif atau dingin
tidak bersemangat: sebagaimana yang dikhawatirkan juga oleh tuan Kiai Sanusi
tadi. Tetapi saya mengharapkan jangan sampai kejadian demikian. Tuan-tuan,
sudah banyak pembicara yang berkata, bahwa agama Islam itu memang tinggi dan
suci.
Sekarang
bagaimana kalau orang yang tidak mau diikat oleh agama yang sudah diakui tinggi
suci, apakah kiranya akan mau diikat oleh pikiran yang rendah dan tidak suci?
Kalau jiwa manusia tidak mau bertunduk kepada agama perintah Allah, apakah
kiranya akan suka bertunduk kepada perintah pikiran yang timbul dari hawa nafsu
yang buruk? Pikirkan dan camkanlah tuan-tuan.
Tuan-tuan yang
terhormat!
Ketahuilah
bahwasanya umat Islam sekarang ini sudah insyaf, sudah luas pandangannya dan
sudah lebar dadanya; suka bekerja bersama-sama dengan siapa dan dimana saja,
asal tidak tersinggung agamanya. Sekarang sudah banyak para kiai yang sudah
memasuki serta bekerja giat di dalam pergerakan dan badan-badan lainnya. Banyak
yang menjadi pemimpinnya, propagandanya, barisan pelopornya, dan lain sebagainya.
Akan tetapi sayang; Di sini para kiai itu seringkali mendapat rasa kecewa dan
kecil hati karena merasa acap kali dirinya tidak dihargai serta agamanya tidak
dihormati. Dari itu saya mengharapkan hendaknya beliau-beliau itu jasanya
dihargai serta agamanya dihormati.
Paduka Tuan Ketua
Sidang yang terhormat!
Pembicaraan saya
yang sedikit panjang ini rupanya sudah cukup dan tidak ada lagi rasanya yang
perlu saya paparkan. Maka akan tutup pidato saya ini dengan mendoa kepada
Allah: “Mudah-mudahan negara Indonesia yang baru yang akan datang itu
berdasarkan agama Islam danakan menjadi negara yang tegak dan teguh serta kuat
dan kokoh, amin!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar