Minggu, 26 Oktober 2014

Pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam sidang BPUPKI



Ki Bagoes Hadikoesoemo
Dasar Negara Agama Islam, 31 Mei 1945

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tuan-tuan yang mulia, sidang yang terhormat!
Segala pengantar kata dan ucapan terima kasih yang sebaik-baiknya dari pembicara yang telah lalu, saya ikuti dengan sepenuhnya; maka dari sini saya tidak akan mengulangi mengucapkan itu lagi melainkan saya akan terus menerus membicarakan dan memaparkan segala yang terasa dalam hati dan apa yang menjadi pendapat saya.
Tuan-tuan yang terhormat!
Tiap-tiap masyarakat atau negara, apabila sudah kusut atau kocar-kacir, sudah bobrok hingga tidak ada lagi batas antara buruk dan baik serta halal dan haram, usaha-usaha yang baik diabaikan dan laku kemaksiatan dianggap kesenangan yang biasa dan umum niscaya Allah membangkitkan para nabi dan rasul untuk memimpin dan membangunkan masyarakat baru yang teratur yang menuju keadilan dan ketertiban, keamanan dan kesejahteraan. Meskipun sekarang ini sudah tidak ada nabi dan rasul lagi, tetapi firman-firman yang disampaikan kepada nabi dan rasul terakhir Muhammad SAW masih tetap utuh sampai akhir zaman, yang harus dipelajari dan dilaksanakan sehingga dapat melahirkan masyarakat baru itu.
Kanan nasu ummatan wahidah, artinya: Adalah hidup manusia itu merupakan satu masyarakat.
Tegasnya, manusia tidak akan dapat hidup menghindari diri dari manusia yang banyak. Manusia tidak akan hidup jika tidak suka menerima pertolongan manusia lain, tidak suka bercampur gaul dan tolong-menolong untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya, oleh karena itu manusia adalah negara atau masyarakat.
Tuhan Allah Yang Mahamulia telah menciptakan manusia menjadi makhluk yang terpenting dan terutama di dunia ini dan tidak akan mengabaikannya. Maka setelah masyarakat mereka kusut, Allah membangkitkan para nabi untuk memberi petunjuk serta memimpin mereka untuk mengatur masyarakat yang sudah kusut itu dan Allah  memberikan pengaturan yang baik dan sempurna yang dapat menuntun mereka menuju ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan yang berdasarkan keadilan

Tuan-tuan!
Nyata dari keterangan saya tadi, bahwa tuan-tuan yang sekarang ini duduk di sini sebagai anggota Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan, yaitu persiapan untuk membangun satu negara menyusun satu masyarakat, memang sesungguhnya tuan-tuan telah menjadi waris para nabi, yaitu mewarisi pekerjaannya untuk membentuk satu negara atau menyusun satu masyarakat. Maka perkenankanlah saya terlebih dahulu akan mendoa:
Allahummahdinashiraathal mustaqiim shiraathallaziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa ladhdhaalliin, artinya: “Ya Allah, berikanlah kami petunjuk ke jalan yang benar. Yaitu, jalan yang telah Engkau Anugerahi nikmat dan bukan jalan orang-orang yang Engkau Murkai, bukan jalan orang-orang yang Sesat.”
Tuan-tuan dan sidang yang terhormat!
Bagaimanakah cara para nabi itu membentuk negara atau masyarakat baru? Kalau kita selidiki sejarah para nabi itu, akan nyata kepada kita bahwa segala kekusutan dan kekacauan masyarakat itu timbul dari jiwa yang kusut dan didorong oleh hawa nafsu jahat dalam dada manusia, lalu menimbulkan akhlak yang hina-nista serta kemauan jahat dan tamak-serakah, yang akibatnya melahirkan perbuatan jahat dan aniaya; akhirnya menyebabkan kekusutan dan kekeruhan masyarakat.
Kehendak yang jahat saya tegaskan di sini. Setengah dari kehendak jahat yang paling berbahaya ialah tamak dan serakah, yaitu: hendak menang sendiri, hendak kaya sendiri, dan hendak mendapat nama sendiri. Kehendak demikian itu sangat jahat.
Di sini kita dapat membuktikan bahwa dalam permusyawaratan seperti sekarang ini yang maksudnya akan membereskan sesuatu perkara dengan jalan mempersatukan pendapat-pendapat yang bertentangan sehingga menjadi bulat; tetapi persatuan dan kebulatan tekad itu tak mungkin tercapai selagi masih ada watak yang suka apa-apa kehendak sendiri itu, bahkan perkara yang hampir bulat atau telah bulat, karena adanya keinginan mencari menang dan nama sendiri itu, dapat menjadi pecah lagi. Inilah misal yang terdapat pada umumnya orang yang mengajak: “Marilah bermusyawarah!”
Oleh karena itu dengan ringkas saya katakana: segala perbuatan meskipun kelihatannya baik, tetapi bila didorong oleh hawa nafsu niscaya tidak akan menjadi baik dan tak mungkin dapat menghasilkan kebaikan. Inilah kejahatan hawa nafsu jahat itu. Ia merusak segala perbuatan dan tunas yang baik.
Dalam usahanya memperbaiki masyarakat para nabi dan rasul bermula menitikberatkan kepada perbaikan budi pekerti perseorangan yang menjadi anggota masyarakat itu. Sebab jika budi pekerti anggota-anggota masyarakat baik, niscaya keadaan masyarakat itu akan menjadi baik pula dan selanjutnya tentu akan menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kemajuan yang baik dan utama. Bahkan umpama ada suatu masyarakat yang budi pekerti anggota-anggotanya sudah baik semua, saya kira tidak perlu lagi kepada peraturan dan tidak usah apa pemerintahan; sebab adanya peraturan dan pemerintahan adalah semata-mata untuk memperbaiki dan menjaga tetapnya kebaikan, jadi apabila kesemuanya sudah baik dan tetap kebaikannya itu, maka tidak perlu lagi adanya peraturan dan pemerintahan itu. Tetapi keadaan dunia tidak demikian halnya, hawa nafsu selamanya melekat dalam jiwa manusia.
Oleh karena itu masyarakat senantiasa menghajatkan adanya peraturan dan pemerintahan yang bermaksud menuju kesentosaan, ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan umum.
Bagaimanakah dan dengan pedoman apakah para nabi itu mengajar dan memimpin umatnya menyusun negara dan masyarakat yang baik? Baiklah saya terangkan dengan tegas dan jelas, ialah dengan bersendi ajaran agama.

Tuan-tuan yang terhormat!
Coba tuan-tuan pikirkan dengan tenang dan cermat bahwa agama Islam mengandung ajaran empat perkara yang pokok, ialah:
1.    Ajaran Iman atau kepercayaan kepada Allah dan perkara gaib.
Ajaran ini membuahkan cahaya yang gilang gemilang dalam jiwa manusia karena adanya iman yang teguh dan bersemangat. Dari iman ini akan timbul watak dan budi pekerti yang baik. Sudah saya terangkan bahwa kejahatan manusia didorong oleh kehendaknya yang jahat, dan kehendak jahat ini tak dapat kita patahkan kecuali dengan kekuatan lebih besar, yaitu keimanan yang teguh dan bersemangat.
Tuan-tuan dapat mengetahui diri tuan sendiri. Cobalah perhatikan di waktu tuan sedang marah yang datangnya dari kemarahan itu dari hawa nafsu. Siapakah yang dapat menahan kemarahan tuan itu? Tak ada lain kecuali kemauan tuan yang lebih kuat dari pada kemarahan itu, meskipun dalam menahan kemarahan itu hati tuan masih kecewa atau belum puas. Tetapi bila tuan memiliki keimanan yang kuat dan teguh menyinari jiwa tuan, niscaya nafsu kemarahan tuan dapat tuan atasi dengan membuahkan kepuasan.

2.    Ajaran beribadah, berhikmat dan berbakti kepada Allah
Tuan-tuan yang terhormat!
Sungguh, sebelum seseorang melakukan sendiri ibadah ini dan belum merasakan bagaimana pengaruhnya terhadap jiwanya, ia tak akan dapat merasai dan meyakinkan hikmat dan manfaat ibadah itu bagi dirinya, meskipun panjang dan lebar keterangan orang kepadanya tentang hikmah dan manfaat ibadah. Sebab ibadah itu perkara hubungan antara jiwa manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesuatu yang tidak cukup hanya diterangkan saja. Tuan-tuan niscaya akan mendapat hikmah ibadah itu bila tuan-tuan telah melakukan sendiri dengan sungguh hati dan seksama.
Adapun faedah ibadah niscaya tuan-tuan telah mengetahui, ialah untuk menyiram iman dalam kalbu agar dapat kuat berdiri tegak dan hidup bersemangat berkobar dalam jiwa. Akan tunas iman yang tidak diikuti dengan amal ibadat, niscaya akan lemah tak berdaya lagi, dan akhirnya mati.
Dua ajaran yang telah saya terangkan di atas itu merupakan kewajiban manusia terhadap Tuhannya, untuk menjadi pedoman batin dan didikan rohani.
3.    Ajaran beramal saleh (berbuat kebaikan)
Kata-kata “berbuat kebaikan” luas sekali maknanya tetapi telah jelas dan terang artinya. Tiap orang yang mendengar kata-kata itu tentu maklum akan maksudnya. Beramal saleh ialah berbuat baik kepada orang tua, anak, kepada tetangga, dan tetamu, kepada handai taulan dan orang (golongan) lain, dan kepada masyarakat seluruhnya.

4.    Ajaran berjihad di dalam jalan Allah
Yang dimaksud dengan berjihad di jalan Allah ialah: dengan suka rela berjuang mati-matian dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga untuk menuntut dan menegakkan kebenaran dan keadilan.
Tuan-tuan yang terhormat!
Keempat perkara itulah keringkasan ajaran agama Islam yang telah diajarkan dan dipimpin oleh para nabi untuk memperbaiki serta menyusun masyarakat atau negara.
Cobalah kenangkan, jika negara yang kita bangun ini mempunyai rakyat yang memiliki ajaran empat perkara itu. Yaitu, beriman, beribadat, beramal saleh dan rela berjihad mempertahankan kebenaran dan keadilan. Alangkah sentosanya, bahagianya, makmur, dan sejahteranya negara kita ini. Camkanlah benar-benar!
Tuan-tuan yang terhormat!
Tentu saja tuan-tuan menghendaki negara kita ini mempunyai rakyat yang kuat bersatu padu, erat persaudaraannya lahir dan batin. Kalau memang demikian maka marilah kita bangunkan negara kita ini berdiri di atas dasar-dasar agama Islam untuk mencapai persatuan yang kokoh sebagai yang difirmankan oleh Allah:
Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh dengan tali Allah (agama Islam) dan jangan kamu bercerai berai. Ingatlah akan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu, yaitu dahulu kamu bermusuh-musuhan satu dengan yang lain tetapi sekarang Allah telah berkenan mempersatukan hati kamu sekalian, sehingga dengan nikmatNya tadi kamu dapat menjadi bersaudara seerat-eratnya. (Q.S. Ali ‘Imran (3) : 103)
Dan hendaklah kamu sekalian bertolong-tolongan atas kebaikan dan takwa kepada Allah.(Q.S.Al-Ma’idah (5) : 3).
Dan sabda Nabi Muhammad SAW : Hubungan seorang mukmin dengan mukmin lainnya sebagai batu tembok, satu dan lainnya kokoh-mengokohkan.
Orang-orang mukmin dalam kesayangan, belas kasihan dan lemah lembutnya, dapat diumpamakan sebagai keadaan tubuh; apabila salah satu anggotanya menderita sakit, maka keseluruhannya pun merasa sakit pula dan tak dapat tidur.
Dalam masa 350 tahun kita berada dalam masa penjajahan, kita selalu berselisih bercerai-berai akibat pengeruh politik penjajahan yang bersifat memecah belah. Sedemikian hebatnya perpecahan kita di masa itu, sehingga suatu perkara yang semestinya dapat menjadi tali pengikat yang kuat dalam persatuan dan persaudaraan kita, tetapi bahkan menjadi pangkal percekcokan dan perpecahan bila perkara itu dibicarakan. Sehingga kebanyakan orang merasa kuatir dan takut membicarakannya. Perkara apakah itu? Bahkan saya jelaskan, ialah soal agama.
Padahal sudah jelas dan tuan-tuan mengetahui bahwa agama itu petunjuk dari Tuhan Rabbul ‘Alamin agar menjadi pedoman hidup manusia untuk menuju kebahagiaan dan kesejahteraan bersama di dunia maupun di akhirat, dan untuk menjadi tali kebangsaan, persatuan, dan persaudaraan lahir dan batin.
Tuan-tuan yang terhormat!
Tuan-tuan telah maklum apabila ada seorang yang hendak membentangkan dan mengetengahkan soal agama atau meninjau suatu perkara dari segi agama, rupanya ia sangat takut dan berhati-hati sekali karena kuatir kalau-kalau pembicaraan itu menimbulkan perselisihan dan perpecahan.
Padahal sebenarnya bukan perkara agama saja yang dapat menimbulkan perselisihan dan perpecahan apabila diperbincangkan dengan tidak berdasar kejujuran, kesucian dna keikhlasan. Perkara apakah dibentuk negara kita ini republik atau monarki, serikat atau kesatuan, itu pun dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan yang amat hebat dan dahsyat.
Bila pembicaraan dan permusyawaratan tidak berdasarkan kesucian, keikhlasan, dan kejujuran; tetapi berdasarkan keinginan perseorangan atau golongan, untuk menang sendiri; mau mendapat nama sendiri atau mau enak sendiri; atau berdasarkan kekhawatiran tidak akan mendapat pangkat atau kursi; sudah pasti akan timbul perpecahan dan perbantahan yang lebih dahsyat dan berbahaya. Atau karena memang kita telah kena pengaruh politik memecah belah gemar berselisih suka bercekcok seperti di kala zaman penjajahan Belanda.
Sampai saat ini bekas-bekas politik penjajahan itu masih ada, kentara sekali dalam jiwa kita bersama. Itulah sesungguhnya yang menjadi sebab timbulnya percekcokan, perpecahan, dan lain-lain yang jahat, bukan disebabkan oleh agama yang baik dan suci itu.

Tuan-tuan yang terhormat!
Sekarang tuan-tuan ketahui, kemarin ada beberapa pembicara yang membicarakan (berbicara mengenai) agama Islam. Salah seorang dari pembicara-pembicara itu telah  mengucapkan perkataan yang sekiranya diucapkan di zaman dahulu (penjajahan) mungkin menimbulkan amarah kaum muslimin karena merasa terhina, perkataan itu ialah : “Saya lebih suka berkumpul dengan orang Budha daripada orang Islam yang tidak baik!”
Tetapi pada masa sekarang ini saya tidak marah mendengarkan ucapan itu dan tidak akan marah, karena kita bersaudara dan bersatu hati, cita mencintai dan sayang menyayangi.
Marilah kita kembali kepada pembicaraan semua, yaitu: Jika tuan-tuan bersungguh-sungguh menghendaki Negara Indonesia mempunyai rakyat yang kuat bersatu padu berdasar persaudaraan yang erat dan kekeluargaan dan gotong royong, didirikanlah negara kita ini di atas petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan al-Hadits seperti yang sudah saya terangkan tadi.

Tuan-tuan yang terhormat!
Niscaya tuan-tuan mengharapkan negara kita ini mempunyai perekonomian yang kuat, kalau benar demikian cobalah dirikan negara ini atas firman Allah: Dan Ia (Allah) telah menyerahkan samudra kepadamu agar kamu makan ikannya yang lezat itu dan kamu keluarkan perhiasannya (mutiara dan sebagainya) untuk kamu pakai; dan kamu lihat kapal berlayar di samudra, maka hendaklah kamu berusaha mencari rezeki anugerahNya dan hendaklah kamu bersyukur. (Q.S. an-Nahl (16) : 14).
 Sudah terang dan jelas arti ayat ini, ialah menyuruh kita mencari rezeki Allah di atas dan di dalam laut dengan mengusahakan perikanan, pelayaran, serta pencaharian mutiara dan sebagainya. Masih banyak ayat-ayat al-Qur’an yang searti dengan ini, yakni menganjurkan pertanian, pengairan, peternakan, pertenunan, dan lain-lain sebagainya, sebagaimana yang tersebut di dalam surat Ibrahim, an-Nahl, al-Hajj, dan sebagainya. Oleh sebab itu agar perekonomian negara kita ini kuat dan sentosa haruslah didirikan atas perintah-perintah Allah.

Tuan-tuan yang terhormat!
Apakah tuan-tuan menginginkan negara yang kita bangun ini mempunyai pertahanan dan pembelaan yang kokoh kuat? Bangunlah negara ini atas firman-firman Allah.
Dan hendaklah kamu dengan segenap tenagamu menyediakan angkatan perang umpamanya menyediakan angkatan berkuda dan sebagainya sehingga musuh Allah dan musuh kamu merasa lemah dan takut. (Q.S. al-Anfal (8) : 60).
Hai orang-orang yang beriman! Mengapakah kamu suka mengatakan perkara yang tidak kamu kerjakan? Besar sekali siksa Allah kepadamu, bila kamu gemar berbicara tetapi segan berbuat. Sungguh Allah mencintai orang yang bersedia berperang memepertahankan agamaNya. Berbaris rapat merupakan benteng berlapis baja. (Q.S. As-Shaff (61) : 2-4)
Hai orang-orang yang beriman! Sukakah kamu Aku tunjukkan perdagangan yang dapat menghindarkan diri kamu dari siksa yang amat pedih? Yaitu hendaklah kamu percaya kepada Allah dan RasulNya serta berperang di jalan Allah dengan mempertaruhkan harta dan jiwa ragamu. Jika kamu berbuat demikian, itulah yang sebaik-baiknya bagi kamu jika kamu mengetahui hikmahnya. Kalau kami berbuat demikian, niscaya Allah mengampuni dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang indah, di bawah pohonnya mengalir sungai yang jernih airnya, dan kamu akan tinggal di istana-istana dalam surga yang kekal abadi; itulah kebahagiaan yang sebesar-besarnya. Sedang di dunia kamu akan memperoleh perkara yang sangat kami harap-harapkan, yaitu pertolongan Allah dan kemenangan yang segera pasti datang. (Q.S. Ash-Shaff (61) : 10-13)


Tuan-tuan yang terhormat!
Maksud ayat-ayat itu sudah terang jelas, ialah menyuruh kita senantiasa bersiap sedia untuk menolak setiap serangan musuh yang mungkin datang untuk memukul, dan menyuruh kita mencurahkan segala tenaga dan benda yang ada pada kita untuk menyediakan segala kekuatan perang sehingga dapat menggetarkan hati musuh, serta menyuruh agar kita berjuang mati-matian dalam jalan Allah dengan mempertaruhkan harta benda dan jiwa raga untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Cobalah kenangkan; alangkah kuat dan kokohnya negara yang dibela dan dipertahankan itu. Oleh karena itu bangunlah negara kita ini dengan bersendi agama Islam yang mengandung hikmah dan kebenaran.

Tuan-tuan dan sidang yang terhormat!
Dalam negara kita, niscaya tuan-tuan menginginkan berdirinya suatu pemerintahan yang adil dan bijaksana, berdasarkan budi pekerti yang luhur bersendikan permusyawaratan dan putusan, serta luas berlebar dada tidak memaksa tentang agama. Kalau benar demikian, dirikanlah pemerintahan itu atas nama agama Islam karena ajaran Islam mengandung kesampaiannya sifat-sifat itu. Firman Allah yang artinya: Bahwasanya Allah menyuruh bersifat adil dan berbuat baik. (Q.S. an-Nisa’ (4) : 5).
Dan ajaklah mereka rakyat itu bermusyawarah tentang perkara mereka. (Q.S. Ali ‘Imran (3) : 159). …Dan ada pun urusan mereka rakyat hendaklah dimusyawaratkan antara mereka sendiri … (Q.. Asy-Syura (42) : 38). Tidak boleh ada paksaan tentang agama, karena sudah jelas perbedaan antara benar dan sesat. (Q.S. al-Baqarah (2) : 256).
Dengan ayat-ayat yang singkat ini, cukuplah kiranya sudah untuk mengetahui bahwa agama Islam itu cakap dan cukup serta pantas dan patut untuk menjadi sendi pemerintahan kebangsaan di negara kita Indonesia ini. Tetapi di antara tuan-tuan ada juga orang-orang yang tidak setuju negara kita ini berdasarkan Islam.
Sudah kerapkali diperingatkan bahwa: Jika orang hendak membentangkan suatu soal mengenai agama haruslah ia berhati-hati sebab memang soal-soal agama itu perkara penting dan makan hati. Saya tahu bahwa tuan-tuan telah berhati-hati dan saya pun akan berhati-hati pula.

Tuan-tuan!
Kemarin salah seorang pembicara mengupas hal itu dengan panjang lebar lagi jelas dan tenang, yang terpenting dibicarakannya ialah tentang dasar negara kita, apakah negara kita ini akan didasarkan kebangsaan atau agama? Pembicara tidak setuju kalau negara berdasar agama. Katanya sebab peraturan agama tidak cukup lagi mengatur negara, dan lagi katanya agama itu tinggi dan suci, jadi agar supaya tetap terus suci janganlah agama dicampurkan dengan urusan negara.

Tuan Ketua Sidang yang terhormat!
Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara telah menerangkan betapa kekuatan dan meresapnya kebudayaan ke dalam jiwa kita, tentu tuan-tuan mengetahui juga betapa meresap dan melekatnya agama di hati dan jiwa pemeluknya, tentu lebih meresap dan lebih melekat karena ajaran agama memang berdasar kepercayaan dan perasaan hati yang sedalam-dalamnya. Dan menurut keterangan Kiyai Sanusi tadi, adalah pembicara yang mengatakan bahwa agama Islam atau al-Qur’an itu tidak cukup untuk menjadi dasar tata negara, itu keliru dan salah sekali. Karena al-Qur’an yang berisi lebih dari 6000 ayat itu hanya ada kira-kira 600 ayat saja yang mengenai hal ibadah dan akhirat, sedang selebihnya mengenai tata negara dan urusan keduniaan. Lagi beliau menguatkan apabila negara kita ini tidak bersendi agama Islam, kalau-kalau sampai penduduk yang terbanyak itu besikap dingin terhadap negara. Sebab umat Islam adalah umat yang mempunyai cita-cita luhur dan mulia sejak dahulu hingga sekarang ini seterusnya pada masa yang akan datang, yaitu ada kemungkinan dan kesempatan, pastilah umat Islam akan membangunkan negara atau menyusun masyarakat yang didasarkan atas hukum Allah dan agama Islam.
Sungguh yang demikian itu memang telah menjadi tanggungan dan kewajiban umat Islam terhadap agamanya, apabila tidak berbuat demikian berdosalah mereka terhadap Allah Tuhannya. Yang demikian itu telah menjadi kepercayaan dan keyakinannya, bukan kepercayaan berdasar pengetahuan dan keyakinannya, bukan kepercayaan yang acap kali dikatakan bijgeloof atau takhayul, bukan sekali-kali.
Sudah 1400 tahun yang lalu hukum Islam kiblat al-Qur’an tetp berlaku sebagai sendi hukum negara di seluruh negeri-negeri Islam seperti Mekkah (Saudi Arabia), Mesir, Irak, dan sebagainya. Adapun kerajaan Turki yang oleh salah seorang pembicara kemarin diterangkan bahwa Sultan Sulaiman telah mengadakan hukum kapitulasi terhadap bangsa-bangsa yang beragama lain, akhirnya dapat merugikan negara Turki sendiri. Yang demikian itu jika dikupas benar-benar, akan ternyata bahwa bukan karena kurang lengkapnya Hukum Islam untuk mengatur negara dan bukan karena kesalahan Sultan Sulaiman semata-mata, akan tetapi yang terpokok adalah disebabkan pengaruh kejahatan tipu muslihat politik imperialisme barat yang memang selamanya berkehendak untuk merampas kekuasaan negara-negara di seluruh Asia atau negara-negara kulit berwarna. Itulah yang sebenarnya sangat mengecewakan dan membahayakan kerajaan-kerajaan atau negara Islam tidak akan melarang warga negaranya untuk beragama lain dan melakukan agamanya itu. Ini disebabkan karena memang demikianlah tuntutan dan ajakan agama Islam.
Kalau ada sebuah negara Islam yang kokoh kuat berpendirian keras untuk tidak mengadakan hukum kapitulasi terhadap penduduk yang beragama lain, namun akan ada juga orang yang berkata: Agama Islam adalah agama yang sudah kolot dan hukumnya sempi, sudah tidak layak lagi untuk menjadi dasar negara modern. Di sanalah memang sulitnya orang mengupas politik dunia, sebab bila hukum yang benar? Saya berpendirian teguh dan kuat bahwa agama Islam dengan hukumnya yang luas itulah yang benar, bukan politik curang rakus dengan segala tipu muslihatnya.
Cobalah tuan-tuan selidiki sejarah Islam di masa junjungan Nabi Muhamad SAW memimpin umatnya dengan petunjuk al-Qur’an dan Khulafaurrasyidin melakukan hukum Islam dalam masyarakat, di situ tuan-tuan akan mendapat teladan yang baik untuk membangun negara dan menyusun masyarakat.
Seringkali terdengar suar yang mengatakan bahwa hukum Islam itu adalah peraturan yang sudah tua, tidak dapat lagi dilakukan zaman sekarang ini, buktinya di Indonesia yang kebanyakan penduduknya beragama Islam, tetapi hukum Islam nyata tak dapat berjalan. Memang benar, tetapi tuan-tuan harus ingat juga apa yang menyebabkan hukum Islam tak dapat berjalan dengan sempurna di Indonesia ini. Sebabnya tiada lain ialah karena tipu muslihat curang yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda yang menjajah negeri kita ini, yang memang senantiasa berusaha hendak melenyapkan agama Islam dari jajahannya oleh karena tahu bahwa selama bangsa Indonesia tetap berpegang teguh kepada agama Islam, tentu tidak menguntungkan dia. Oleh karena itu hukum-hukum Islam yang berlaku di Indonesia sedikit demi sedikit hendak dihapuskan dan diganti dengan hukum lain yang dikehendakinya.

Tuan-tuan yang terhormat!
Saya masih ingat ketika pemerintah Hindia-Belanda berusaha hendak menghapuskan hukum Islam tentang urusan waris dan akan diganti dengan hukum adat (adat recht). Terlebih dahulu urusan waris itu diambil dari raad agama dan dipindahkan kepada landraad. Ini kejadian dalam tahun 1922. Oleh pemerintah lalu dibentuk panitia yang katanya dari kaum muslimin, untuk merencanakan segala peraturan yang bersangkutan dengan hal itu. Panitia itu dikuasai oleh Prof. Dr. Husein Djajadiningrat dan saya sendiri sebagai anggotanya. Di dalam rapatnya yang memakan waktu kurang lebih sepuluh hari itu, setelah dibicarakan diperdebatkan dengan hebat dan panjang lebar, maka mendapat keputusan dengan suara terbanyak sekali bahwa hukum Islamlah yang harus dipakai oleh landraad untuk memutuskan perkara-perkara yang mengenai atau bersangkut paut dengan hal ikhwal waris.
Tetapi apa lacur? Oleh karena putusan rapat itu dipandang oleh pemerintah tidak sesuai dengan kehendaknya, maka setelah rapat selesai, putusan tersebut diubah, dicorat-coret dan ditambah sehingga hukum adat yang tadinya telah tertolak mentah-mentah dan habis-habisan dapat dimasukkan lagi. Ya, karena memang itulah yang dikehendaki. Putusan yang telah diubah ini tidak lekas dijalankan tetapi diperam terlebih dahulu untuk menjaga jangan sampai umat Islam gusar dan menentang, di samping itu dilakukan propaganda adat recht di seluruh tanah Jawa, di rapat-rapat orang-orang yang memang sudah dipandang tidak memperhatikan kepada agama Islam. Baru kemudian setelah umat Islam kelihatan lupa kepada perubahan hukum waris itu, lambat laun putusan yang telah diubah itu dijalankan, yaitu pada tahun 1934.

Apalagi yang terjadi sejak peraturan itu berlaku?
Tuan-tuan, tidak hanya hukum Islam yang mengenai urusan waris saja yang tertekan, juga jalan pernikahan antara kaum Muslimin dan kaum Roma-Katolik atau Kristen, sehingga banyak pegawai penghulu menjadi korban. Tidak sampai demikian saja usaha pemerintah penjajah untuk menghalang-halangi jalannya hukum Islam di tanah air kita ini. Hukum perkawinan Islam yang telah sekian abad berjalan dengan aman dan baik hendak diganti pula dengan peraturan kawin catat. Tetapi umat Islam serentak bangun bersama-sama menentang pemerintah itu. Oleh karena khawatir akan timbul peristiwa yang tidak diharapkan maka maksud curang itu diurungkan oleh pemerintah.
Sidang yang terhormat, peristiwa itu hanya merupakan contoh dari perkara-perkara yang sebenarnya masih banyak lagi. Jadi nyata sekali bahwa tidak berjalannya hukum Islam di Indonesia ini bukan karena tidak sempurna dan tidak sesuainya dengan tempat dan masa, akan tetapi karena dihalang-halangi dan kalau mungkin bahkan akan dihapuskan.
Kalau dahulu pegawai negeri yang menjalankan agama Islam dicatat dalam daftar hitam, sekarang akan ditulis di atas kertas putih dengan tinta emas. Kerjakanlah agama tuan dengan saksama sebab agama itulah yang akan menjadi tali kebangsaan, persatuan, dan persaudaraan lahir-batin sekokoh-kokohnya; karena akan dapat mengenalkan seorang dengan lainnya dan akan menimbulkan rasa saling sayang-menyayangi serta harga-menghargai. Cobalah tuan-tuan suka mencoba, niscaya akan mendapat kebenaran dan kenyataannya.
Sekarang marilah kita kembali kepada pokok-pokoknya pembicaraan, ialah: Sedikitnya sudah enam abad agama Islam menjadi agama kebangsaan Indonesia dan sedikitnya sudah tiga abad sebelum Belanda menjajah di sini hukum Islam sudah dapat berlaku di sini dengan sebaik-baiknya, yakni dapat membawa berkat manfaat dan maslahat bagi rakyat banyak umumnya di dunia dan di akhirat. Maka banyak sekali hukum-hukum Islam tadi yang sudah menjadi adat-istiadat bangsa Indonesia, sehingga tidak akan salah lagi bila dikatakan bahwa hukum Islam itu sudah menjadi adat istiadat bangsa Indonesia, karena memang sudah menjadi adat kebiasaannya sehari-hari.
Oleh karena itu, untuk menyesuaikan dasar negara Indonesia dengan jiwa rakyatnya, tuan-tuan harus mengetahui betul-betul adanya jiwa keislaman rakyat. Tuan-tuan sekarang ini, mau tidak mau sudah tetap menjadi pemuka atau pemimpin rakyat, karena memang sudah diangkat dan sudah semestinya. Maka selamilah jiwa rakyat sedalam-dalamnya untuk menjadi negara yang kuat dan sentosa. Tinggallah di desa-desa dan di kampung-kampung untuk mengetahui keadaan jiwa dan kehidupan rakyat murba yang sebenar-benarnya. Di situ, tentu tuan-tuan nanti akan mendapat bahwa rakyat yang terbanyak memang berjiwa Islam.
Tuan-tuan sidang yang terhormat!
Ketahuilah, bahwa umat Islam yang sebanyak 90 persen itu rata-rata mempunyai jiwa yang hidup bersemangat karena jiwanya itu mengandung iman yang teguh lagi kuat karena jiwanya itu bersandar ajaran kitab suci al-Qur’an yang penuh dengan  ilmu dan kebijaksanaan serta pengetahuan dan kenyataan, bukannya kepercayaan yang hanya didasarkan dongengan belaka, atau ketakhayulan saja; akan tetapi iman yang berdiri di atas sendi yang kokoh dan kuat. Lagi pula iman tadi tiap-tiap hari disirami atau dibangkitkan dengan sedikitnya ibadah shalat lima kali, dan tiap-tiap tahun dengan berpuasa sebulan. Jadi sudah tentu iman tadi besar sekali pengaruhnya kepada jiwa. Sebab itu, umat Islam karena tuntutan imannya, tiap-tiap tahun berani mengeluarkan zakatnya 2,5% dari harta kekayaannya untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan sebagainya dan berani pula lapar karena berpuasa.

Tuan-tuan ketahuilah!
Meskipun bangsa kita umumnya boleh dikatakan masih sangat lemah ekonominya, karena dari sangatnya penindasan dan pemerasan di saman Belanda dahulu; sungguh pun demikian, dalam kalangan kaum Muslimin dapat berdiri beribu-ribu pondok langgar dan masjid yang dipergunakan untuk keperluan umum atau masyarakat. Dan di masa yang modern ini, timbul beribu-ribu sekolahan, madrasah, dan macam-macam balai pertolongan seperti rumah sakit yatim dan sebagainya.

Tuan-tuan!
Yang demikian itu sungguh menunjukkan bahwa umat Islam itu karena pengaruh imannya, benar-benar mempunyai jiwa yang hidup bersemangat, yang pada tiap saat dengan amat mudah dibangkitkan serentak dengan mengeluarkan api yang berkobar-kobar untuk berjuang mati-matian membela agamanya serta mempertahankan tanah air dan bangsanya. Cobalah tuan-tuan ingat sejarah di masa yang akhir-akhir ini. Siapakah yang berani menentang imperialis Belanda? Bukankah Diponegoro, bukankah Teuku Umar, Imam Bonjol, dan kiai-kiai lainnya, yang beliau itu penganjur dan pendekar rakyat yang berpegang teguh kepada Islam serta mendasarkan perjuangannya di atas dasar agama Islam?
Tuan-tuan cobalah ingat keadaan pergerakan rakyat pada saat yang paing akhir sekali, ialah mulai adanya I.P. (Indische Partij), B.O. (Boedi Oetomo), S.I. (Syarikat Islam), dan lain-lainnya. Manakah yang mendapat sambutan serta pengaruh yang terbesar dari seluruh rakyat? Apakah bukan Syarikat Islam yang mendasarkan pergerakannya di atas agama Islam itulah yang mendapat sambutan serta pengaruh yang terbesar dari seluruh rakyat? Sehingga Syarikat Islam tadi dapat menggabungkan segenap rakyat dari segala pelosok kepulauan, dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya. Jadi, sudah terang dan jelaslah bahwa umat Islam itu di dalam dirinya ada tersembunyi jiwa yang hidup dan bersemangat. Dan nyata sekalilah pengaruh agama Islam kepada rakyat itu sangat kuat dan mendalam sekali. Sekarang hanya menunggu adanya penganjur atau pendekar sejati yang cakap dan sanggup akan memimpin dan membimbing mereka sesuai dengan kehidupan dan kehendak jiwanya.
Oleh karena itu tuan-tuan, saya sebagai seorang bangsa Indonesia tulen, bapak dan ibu saya bangsa Indonesia, nenek moyang saya pun bangsa Indonesia juga yang asli dan murni belum ada campurannya; dan sebagai seorang Muslim yang mempunyai cita-cita Indonesia Raya dan Merdeka, maka supaya negara Indonesia merdeka itu dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya mengharapkan akan berdirinya negara Indonesia itu berdasarkan agama Islam. Sebab, itulah yang sesuai dengan keadaan jiwa rakyat yang terbanyak, sebagaimana yang sudah saya terangkan tadi.
 Janganlah hendaknya jiwa yang 90 persen dari rakyat itu diabaikan saja tidak dipedulikan. Saya khawatir apabila negara Indonesia tidak berdiri di atas agama Islam, kalau-kalau umat Islam yang terbanyak itu nanti bersifat pasif atau dingin tidak bersemangat: sebagaimana yang dikhawatirkan juga oleh tuan Kiai Sanusi tadi. Tetapi saya mengharapkan jangan sampai kejadian demikian. Tuan-tuan, sudah banyak pembicara yang berkata, bahwa agama Islam itu memang tinggi dan suci.
Sekarang bagaimana kalau orang yang tidak mau diikat oleh agama yang sudah diakui tinggi suci, apakah kiranya akan mau diikat oleh pikiran yang rendah dan tidak suci? Kalau jiwa manusia tidak mau bertunduk kepada agama perintah Allah, apakah kiranya akan suka bertunduk kepada perintah pikiran yang timbul dari hawa nafsu yang buruk? Pikirkan dan camkanlah tuan-tuan.
Tuan-tuan yang terhormat!
Ketahuilah bahwasanya umat Islam sekarang ini sudah insyaf, sudah luas pandangannya dan sudah lebar dadanya; suka bekerja bersama-sama dengan siapa dan dimana saja, asal tidak tersinggung agamanya. Sekarang sudah banyak para kiai yang sudah memasuki serta bekerja giat di dalam pergerakan dan badan-badan lainnya. Banyak yang menjadi pemimpinnya, propagandanya, barisan pelopornya, dan lain sebagainya. Akan tetapi sayang; Di sini para kiai itu seringkali mendapat rasa kecewa dan kecil hati karena merasa acap kali dirinya tidak dihargai serta agamanya tidak dihormati. Dari itu saya mengharapkan hendaknya beliau-beliau itu jasanya dihargai serta agamanya dihormati.
Paduka Tuan Ketua Sidang yang terhormat!
Pembicaraan saya yang sedikit panjang ini rupanya sudah cukup dan tidak ada lagi rasanya yang perlu saya paparkan. Maka akan tutup pidato saya ini dengan mendoa kepada Allah: “Mudah-mudahan negara Indonesia yang baru yang akan datang itu berdasarkan agama Islam danakan menjadi negara yang tegak dan teguh serta kuat dan kokoh, amin!”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar