Minggu, 26 Oktober 2014

Pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam sidang BPUPKI



Ki Bagoes Hadikoesoemo
Dasar Negara Agama Islam, 31 Mei 1945

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tuan-tuan yang mulia, sidang yang terhormat!
Segala pengantar kata dan ucapan terima kasih yang sebaik-baiknya dari pembicara yang telah lalu, saya ikuti dengan sepenuhnya; maka dari sini saya tidak akan mengulangi mengucapkan itu lagi melainkan saya akan terus menerus membicarakan dan memaparkan segala yang terasa dalam hati dan apa yang menjadi pendapat saya.

SEKOLAH AL-QUR‘AN DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA



SEKOLAH AL-QUR‘AN DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh Zamakhsyari Dhofier

Dr Zamakhsyari Dhofier, lahir di Salatiga, pada 25 luli 1941. Mendapat pendidikan sarjana dalam jurnalisme di Jakarta (1971), MA Sosiologi dari di Australian National University (ANU), Canberra (1977), Australia, dan PhD dalam bidang Antropologi Sosial juga di ANU (1980). Tulisan ini adalah tulisannya yang kedua dua UQ. Ia sekarang selain sebagai dosen IAIN Jakarta (1984-), juga menjabat sebagai kepala Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Departemen Agama. Menulis buku Tradisi Pesantren, yang aslinya adalah disertasinya di ANU, Australia.

Hampir setengah abad lembaga pendidikan Islam di tanah air ini mengalami proses transformasi. Sayang, kondisi yang dihadapinya demikian kompleks dan tak bisa diselesaikan dari satu sisi. Menurut penulis, kerumitan pentransformasiannya bukan karena politis, tapi kurangnya sarana pendidikan terutama guru terampil untuk mengajarkan pelajaran umum. Tapi, jika ditengok jauh ke belakang, kompleksitas itu akibat “politik etis” Belanda yang memang sengaja menciptakan “dunia” untuk menenggelamkan Islam dan pemeluknya. Juga, guna mempertahankan kolonialisasinya. Namun demikian, pemerintah Indonesia sadar bahwa lembaga pendidikan Islam harus segera diatasi karena keberadaannya memang ikut menunjang proses pembangunan global.

PESANTREN DAN KITAB KUNING



PESANTREN DAN KITAB KUNING
Pemeliharaan dan Kesinambungan Tradisi Pesantren
Oleh Martin van Bruinessen

Dr. Martin van Bruinessen , lahir di Schoonhoven, Belanda. Ia belajar fisika teoretis dan matematika di Universitas Utrecht, Belanda (1964-1971). Pada 1978, ia berhasil mempertahankan di-sertasi doktornya yang berjudul “Agha, Shaikh and State,” yang membahas sejarah dan struktur sosial masyarakat Kurd, juga di Universitas Utrecht. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai suvervisor LIPI pada proyek penelitian mengenai ulama Indonesia, sejak 1 Mei 1991, ia ditunjuk INIS sebagai dosen tamu di IAIN Sunan Kalijaga, Yogakarta.

Pesantren, sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang akhir-akhir ini makin banyak peminatnya, ternyata tidak berakar dari budaya Indonesia asli. Penelitian menunjukkan bahwa akar budaya pesantren yang dianggap khas Indonesia itu cukup kompleks. Martin van Bruinessen, Dosen Fakultas Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, melalui tulisannya yang pernah disampaikan dalam seminar “Tradisi-tradisi Tekstual di Asia Tenggara” di Bern Jerman Barat, Juli 1989, mencoba menelusuri asal-usul tradisi pesantren, kitab-kitab yang dipelajari dan perkembangannya di Indonesia.

ISLAMISASI ILMU, SEBUAH RESPONS



ISLAMISASI ILMU, SEBUAH RESPONS*)
Oleh Fazlur Rahman

Fazlur Rahman, adalah pemikir Muslim kenamaan yang wafat pada 26 Juli 1988 lalu. Dia dilahirkan di Pakistan pada 1919 dan menyelesaikan pendidikan tingginya di Universitas Oxford dengan disertasi mengenai Filsafat Ibn Sina. Setelah mengajar di Universitas Durham, Inggris, dan Universitas McGill, Kanada, dia menjabat Direktur Lembaga Riset Islam di Pakistan (1962-1969). Setelah itu ia menjabat Guru Besar Pemikiran Islam di Universitas Chicago, AS, sampai wafatnya. Beberapa bukunya telah terbit dalam bahasa Indonesia Islam (1982), Islam dan Modernitas (1984), Membuka Pintu Ijtihad (1983), dan Tema Pokok al-Qur‘an (1985). Baku-bukunya yang belum terbit dalam bahasa Indonesia, antara lain Prophecy in Islam (1958) dan Health and Medicine in the Islamic Tradition (1987).
Dalam kenyataan, dunia Barat modern telah menghasilkan berbagai jenis sistem ilmu pengetahuan, baik yang bersifat filsafat, teologi, maupun ilmu-ilmu empiris seperti sosiologi dan sains. Ada banyak sistem yang disetujui al-Qur‘an, tapi banyak juga yang ditolaknya. Di samping itu dunia modern pun telah berkembang melalui pengetahuan yang sama sekali tidak Islami. Penyebabnya karena dunia modern telah salah dalam menggunakan ilmu pengetahuan. Dalam tulisan ini Fazlur Rahman memaparkan bahwa yang penting itu bukan menciptakan ilmu pengetahuan yang islami, tapi menciptakan pemikir besar yang berpikiran positif dan konstruktif.

MENEMUKAN KEMBALI VISI PROFETIS NABI: TENTANG GAGASAN PEMBEBASAN DALAM KITAB SUCI



MENEMUKAN KEMBALI VISI PROFETIS NABI:
TENTANG GAGASAN PEMBEBASAN DALAM KITAB SUCI*)
Oleh Asghar Ali Engineer
Dr. Asghar Ali Engineer, adalah seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) yang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap tema-tema pembebasan (liberation) dalam  al-Qur’an. Misalnya ia pernah menulis artikel “Toward  Liberation Theology in Islam.” Banyak teman-temannya yang non-Muslim baik di India, tempatnya berasal maupun di luar negeri, kaget jika ia memaparkan bahwa gagasan pembebasannya itu sebenarnya pertama kali lebih diinspirasikan oleh al-Qur’an, daripada ilmu sosial misalnya. la banyak menulis artikel di jurnal-jurnal dan beberapa buah buku yang bertemakan analisis sosial diantaranya adalah Islamic State.

Tentu saja bukan suatu kebetulan jika dalam al-Qur‘an banyak disinggung tentang gagasan-gagasan pembebasan. Justru menurut Asghar Ali Engineer, hakekat dari al-Qur’an -dan karena itu sebenarnya visi profetis kenabian- adalah pembebasan. Dalam artikel ini ia memaparkan visi tersebut, dan menunjukkan relevansinya pada situasi dunia Islam dewasa ini.
Saya akan berbicara tentang tradisi pembebasan Islam dan gerakan protes yang ada di  India. Pertama-tama saya ingin menjelaskan bahwa saya serius memikirkan masalah agama. Saya mendapati diri saya terlibat secara emosional dengan semangat dasar agama saya, Islam. Saya pikir Islam adalah gerakan protes itu sendiri. Ia, tidak hanya memprotes terhadap kondisi sosial yang ada pada waktu itu, tapi secara sempurna telah merubahnya.

BEBERAPA LANGKAH PENINGKATAN MUTU BANGSA



BEBERAPA LANGKAH PENINGKATAN MUTU BANGSA
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo
Nama Sayidiman Suryohadiprojo, di masyarakat lebih dikenal sebagai penulis ketimbang  mantan perwira tinggi TNI AD berpangkat Letnan Jenderal. Ia lahir di Bojonegoro, 1927, dan menyelesaikan Akademi Militer RI di Yogyakarta, 1948. Karier militemya dimulai dari Komandan Peleton di Divisi Siliwangi hingga Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), 1974. Mantan Dubes Indonesia di Jepang ini, sangat produktif menulis dan
kerap diundang dalam pelbagai seminar. Mungkin karena keluasan pengetahuan dan ketajaman pemikirannya itulah, baru-baru ini ia dipanggil Pak Harto untuk menjadi Dubes  keliling dalam rangka “sosialisasi” hasil-hasil Konferensi Puncak Gerakan Non-Blok (GNB) baru lalu di Jakarta. Selain itu, Sayidiman juga adalah anggota Dewan Penasehat Pengurus ICMI Pusat.

Mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Karena itu upaya peningkatan mutu umat Islam sangat menentukan hari depan Bangsa Indonesia. Tapi, ternyata ada kendala mental dan struktural yang menghambat pengembangan potensi umat Islam dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kendala mental antara lain tercermin dalam sikap pikiran dan perasaan menjadi “anak orang kaya yang manja”. Sedang kendala struktural antara lain berupa kurangnya kemampuan memanfaatkan potensi dan karunia Tuhan, terbatasnya kemampuan menghasilkan sintesa dalam proses dialektika serta kurangnya kemampuan mewujudkan jaringan sosial (social network) yang efektif. Menurut Letjen (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo dalam esseinya ini, kalau kita berhasil mengatasi kelemahan-kelemahan itu, Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan efektif.

KARAKTERISTIK TAFSIR AL-QUR’AN DI INDONESIA ABAD KEDUAPULUH



KARAKTERISTIK TAFSIR AL-QUR’AN DI INDONESIA 
ABAD KEDUAPULUH
Oleh M. Yunan Yusuf
Dr. M. Yunan Yusuf, putera Pasar Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ini lahir 1949, mendapat pendidikan di Fakultas Ushuluddin, IAIN lakarta (1978). Gelar Doktor ia peroleh dari Fakultas Pasca Sarjana juga di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dengan judul disertasi “Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah telaah tentang Pemikiran dalam Teologi Islam.” Di samping sebagai dosen di Pasca Sarjana IAIN Jakarta, sekarang ia juga menjabat sebagai pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta. Ia pun aktif mengisi kursus-kursus keislaman, di antaranya di Yayasan Paramadina.

Dilihat dari segi karakteristiknya, tafsir Qur’an di Indonesia abad 20 terdapat banyak persamaan, Walaupun ada juga perbedaannya. Namun berdasarkan hasil kajian M. Yunan Yusuf atas beberapa tafsir Qur’an Indonesia, akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar ternyata masih beraliran tradisional. Cirinya, memberikan penafsiran secara harfiah atas ayat-ayat mutasyabihat.
Al-Qur’an adalah Kitabullah yang di dalamnya termuat dasar-dasar ajaran Islam. Al-Qur’an menerangkan segala perintah dan larangan, yang halal dan haram, baik dan buruk, bahkan juga memuat berbagai kisah sejarah umat masa lampau.
Seluruh yang termaktub dalam al-Qur‘an itu hakekatnya ajaran yang harus dipegang oleh umat Islam. Ia memberikan petunjuk dan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat dalam bentuk ajaran aqidah, akhlak, hukum, falsafah, siyasah, ibadah dan sebagainya.
Tapi untuk mengungkap dan menjelaskan itu semua, tidaklah memadai bila seseorang hanya mampu membaca dan menyanyikan al-Qur‘an dengan baik. Diperlukan bukan hanya sekedar itu, tapi lebih pada kemampuan memahami dan mengungkap isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang dikandungnya. Kemampuan seperti inilah yang diberikan tafsir.[1])
Sebab itu dikatakan, “tafsir adalah kunci untuk, membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur‘an. Tanpa tafsir orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada di dalamnya”.[2])
Upaya penulisan tafsir di Indonesia sudah lama berjalan. Dimulai dari karya ‘Abd al-Ra‘uf Singkel Tarjuman al-Mustajid, dalam tulisan Arab Melayu, pada abad 17,[3]) hingga Tafsir Rahmat karya H. Oemar Bakry di abad 20 ini. Dalam masa lebih kurang tiga abad itu telah banyak tafsir Qur‘an yang dihasilkan.[4])

SOSIOLOGl DAN REALITAS SOSIAL MUSLIM



SOSIOLOGl DAN REALITAS SOSIAL MUSLIM*)
Oleh Ilyas Ba-Yunus
Ilyas Ba-Yunus lahir di Pakistan tahun 1932. Ia pernah menjadi pengajar sosiologi pada Oklahoma State University (1966-67), mengajar geografi di Winnona State College, Minnesota, asisten profesor sosiologi di Bradley University Peoria, Illinois, dan sejak tahun 1973 hingga sekarang menjadi profesor sosiologi, State University of New York, New York, 'AS. Dan di samping itu ia pemimpin redaksi journal Third World Review. Banyak menulis masalah-masalah yang terkait dengan sosiologi ,dan sosiologi lslam’: Islamic Personality’ (1968); Ethnic Communities in the Melthing Pot’(tt), The
West Midland Teddies: An Empirical Test of the American Hypoteses’ (1974), dll.

Sejak tahun 60-an kritik terhadap teori-teori sosiologi mainstream, khususnya Fungsionalisme Struktural sudah banyak dilakukan. Ia seringkali dipandang sebagai bagian dari ideologi Kapitalisme, dan dipandang pro status quo. Teori Konflik (Marxian) seringkali dipandang sebagai alternatifnya, dan secara eksplisit mengabdi pada ideologi Sosialisme. Dan Interaksionisme Simbolik dilirik sebagai alternatif lain, yang lebih memfokuskan analisisnya
pada tingkat mikro. Namun ketiganya dibangun atas dasar pengalaman masyarakat Barat, karena itu seringkali tidak memadai, bahkan menyesatkan, kalau digunakan untuk menjelaskan masyarakat non-Barat, khususnya yang menyangkut Islam dan masyarakat Muslim. Pada umumnya mereka memperlakukan agama, termasuk Islam, sebagai Salah satu
saja dari institusi-institusi dalam masyarakat. Padahal bagi kaum Muslim, Islam bukan sekedar satu di antara sekian institusi, melainkan ideologi yang dipandang menentukan totalitas kehidupan Muslim. Dalam rangka ini, menurut Prof. Ilyas Ba-Yunus, diperlukan pendekatan sosiologi non-Barat untuk memahami dan menjelaskan masyarakat Muslim, yang disebutnya sebagai ‘sosiologi IsIam.’

PERGUMULAN PEMIKIRAN DAN AGENDA MASA DEPAN ISLAMISASI ANTROPOLOGI



PERGUMULAN PEMIKIRAN DAN AGENDA MASA DEPAN
ISLAMISASI ANTROPOLOGI

Oleh M. Sirozi

Muhammad Sirozi, yang lahir 16 September 1962 di Curep, Sumatera Selatan, adalah staf pengajar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Patah, Palembang. Aktivis mahasiswa, di antaranya sebagai ketua Badko HMI Sumbagsel ini, menyelesaikan pendidikannya di tempat sekarang mengajar, dan melanjutkan studi ke School of Oriental and African Studies (SOAS), Universitas London (Inggris), dan memperoleh Master of Art (MA) di bidang Antropologi Sosial, dengan tesis di sekitar Diskursus Islamisasi Antropologi (1991). Banyak menulis di sejumlah jurnal ilmiah, dan sedang mempersiapkan untuk program S-3, di universitas yang sama.

Dalam dua dekade terakhir, tumbuh di kalangan antropolog Muslim yang umumnya aktif di universitas-universitas Barat, suatu diskursus tentang “Islamisasi Antropologi,” yang  Berawal dari pandangan yang menganggap “antropologi Barat” tidak mampu memahami sistem kebudayaan masyarakat non-Barat, termasuk umat Islam. Ini berakar dari tidak memadainya basis teoritis dan bias perspektif yang inheren dalam antropologi Barat. Sejumlah antropolog Muslim kemudian mencari alternatifnya sampai pada tingkat kemungkinan adanya “antropologi Islam”. Tulisan ini merekam diskursus di sekitar masalah tersebut, dan kemudian mencoba melihat kemungkinannya di masa depan.
Salah satu item dalam rencana kerja Islamisasi ilmu-ilmu sosial[1]) yang dikemukakan oleh Ismail al-Faruqi[2]) adalah menguasai disiplin ilmu pengetahuan modern, lalu menanamkan perspektif Islam ke dalamnya.[3]) Sebagai konsekuensi logis dari sentralnya konsep tentang manusia dalam Islam,[4]) maka bersama disiplin ekonomi[5]) dan politik,[6]) antropologi[7]) menjadi wilayah penting dalam kerja-kerja Islamisasi ilmu-ilmu sosial.

IBN KHALDUN: AGAMA DAN KEKUASAAN POLITIK



IBN KHALDUN:
AGAMA DAN KEKUASAAN POLITIK
Oleh Kamal Abdullah Alawyn

Kamal Abdullah Alwyn adalah alumnus Program Studi Sosiologi, jurusan Ilmu Politik, FISIP, Universitas Nasiomal, Jakarta. Ia juga pernah mengenyam pendidikan di STF Driyarkara selama 3 tahun. Mantan aktivis mahasiswa kelahiran Jakarta, 26 Oktober I 964 ini menulis artikel tentang Politik di berbagai media dan kini sedang mengikuti program intensif bahasa Inggris di Pacific State University, Los Angeles, untuk mempersiapkan program master.

Meskipun masih terdapat perbedaan yang cukup kontroversial di kalangan sarjana seputar masalah keberagamaan Ibn Khaldun, namun satu hal yang disepakati bersama adalah bahwa ia meletakkan agama dalam posisi yang sangat penting dalam bidang tara negara. Menurut Ibn Khaldun, peran agama yang ditunjang oleh ‘ashabiyyah, selain menggalang kesatuan sosial juga mempunyai andil besar dalam mempertinggi moralitas masyarakat, bangsa dan negara.
Bagi Ibn Khaldun, agama lebih merupakan kekuatan integrasi, perukun dan penyatu, karena agama memiliki semangat yang bisa meredakan berbagai konflik. Bahkan agama dapat memacu dan menuntun manusia ke arah kebenaran yang tidak saja das sollen tapi juga das sein. Namun demikian, peran agama akan lebih banyak artinya bila ia menggunakan ‘ashabiyyah dalam merealisir kebenaran itu sendiri.

TEKNOLOGI DAN KEMANDIRIAN DOMESTIK: SEBUAH ALTERNATIF ISLAM



TEKNOLOGI DAN KEMANDIRIAN DOMESTIK:
SEBUAH ALTERNATIF ISLAM
Oleh Ziauddin Sardar
Ziauddin Sardar adalah jurnalis dan sarjana yang lahir di wilayah utara Pakistan dan dibesarkan di lnggris. Setelah menamatkan studinya dalam bidang ilmu fisika dan komunikasi di London’s City University, ia bekerja sebagai Konsultan Penerangan Universitas King Abdulazi, Jeddah. Selain itu ia juga menyambi sebagai koresponden dunia Islam untuk majalah Nature, konsultan masalah-masalah Timur Tengah untuk New Scientist, dan reporter London Weekend Television untuk serial “Eastern Eye”. Ia juga menyusun serial khusus untuk BBC, “Encounters with Islam”, yang ternyata mendapat sambutan meriah dari publik. Karya- karyanya berupa artikel-artikel ilmiah banyak menghiasi jurnal al-Muslim al-Massthir, The Times, The Washington Post, Geographical Magazine, Islamic Culture, dan masih banyak lagi. Di antara buku-bukunya yang terkenal antara lain adalah Technology and Development in the Muslim World dan The Touch of Midas.

Teknologi konvensional yang berasal dari Barat mengandung seperangkat nilai eksploitatif dan menimbulkan ketergantungan dan perbudakan di negeri-negeri Muslim pemakainya. Dalam tulisan yang diterjemahkan oleh AE Priyono dari Afkar Inquiry edisi November 1986 ini, penulis mengutarakan pentingnya ditemukan teknologi alternatif lewat kerja sama antara sumber daya dan intelektual lokal dari dunia Muslim untuk menjawab problem-problem yang dihadapi masyarakat Muslim secara kontekstual.
Di antara semua wilayah kegiatan intelektual, teknologilah yang paling belakangan menerima perhatian dari para pemikir Muslim. Pengabaian ini tampak paradoks jika dibandingkan dengan besarnya kebutuhan teknologis masyarakat Muslim, besarnya tenaga kerja intelektual yang harus dicurahkan ke dalam bidang-bidang yang relevan seperti ilmu ekonomi Islam, serta dahsyatnya upaya-upaya masif untuk transfer teknologi yang telah berlangsung selama beberapa dekade terakhir ini.

FILSAFAT ISLAM DAN AL-QUR’AN



FILSAFAT ISLAM DAN AL-QUR’AN
Oleh A. Rahman Djay
Dr. A. Rahman Djay memperoleh gelar sarjana dari Universitas Indonesia cabang Bandung (kini ITB ), M. Sc dalam bidang fisika dari Mc Master University, Kanada, dan gelar Doktor dari Uppsala Universitet, Swedia. Tak lama setelah pulang dari Swedia, setelah lebih dari sepuluh tahun bekerja pada sebuah lembaga atom di Sana, pria kelahiran Makasar 54 tahun lalu itu bekerja sebagai Direktur Pengkajian dan Penerapan Ilmu Dasar pada Deputi Bidang Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan BPPT, hingga saat ini. Keahliannya memang dalam ilmu dasar, khususnya fisika nuklir. Banyak penelitian tentang fisika nuklir dan rekayasa nuklir yang pernah dilakukannya, diantaranya di Brook-Haven National Laboratory, Upton, Long Island, USA; di Cavendish Laboratory, Cambridge; di Institut fur Angewandte Physik, Universitet Bonn; dan di laboratorium-laboratorium di Swedia, tempat ia meniti karier akademisnya. Kini, selain banyak melakukan penelitian untuk BPPT, Bapak seorang putri bernama Iqriah (yang
menurutnya diambil dari wahyu pertama al-Qur’an, iqra’) ini juga   mengajar di berbagai negara, antara lain di Kenya dan Swedia, Pada semester lalu, ia juga sempat memberi kursus filsafat sains di LSAF, sebagai dosen utama.

Dalam perkembangan Filsafat Islam, ada dua gaya berfilsafat, yaitu gaya al-Kindi dan Ibn Sina, dan gaya al-Farabi dan Ibn Rusyd. Yang pertama lebih bercorak teologis-falsafi, dan yang kedua betul-betul memisahkan keduanya dalam analisis dan mencoba membangun suatu Filsafat yang tidak “dibayang-bayangi” oleh teologi. Inilah awal mula berkembangnya tradisi analitik, yang kelak akan menumbuhkan tradisi berpikir sains. Sayangnya, menurut A. Rahman Djay, perkembangan ini berlangsung hanya dalam tiga abad. Setelah itu, dunia Islam mengalami kemunduran yang ditandai dengan berkembangnya sufisme. Sementara itu tradisi analitik berkembang dalam skolastisisme Kristen, dan kemudian memisahkan diri dalam bentuk sains modern.

SEMBAHYANG DALAM ISLAM



SEMBAHYANG DALAM ISLAM
Penyajian Surat al-Fatihah dalam Kitab-kitab Tafsir
Oleh: Mahmud M. Ayyub
Mahmud M. Ayyub menyelesaikan program doktornya dalam kajian agama-agama di Universitas Harvard, USA. Ketika menulis artikel ini, ia adalah tenaga peneliti pada Centre for Religious Studies, Universitas Toronto, dan Muhammadi Islamic Centre, yang juga berpusat di Toronto, Canada. Selain itu, ia juga adalah Guru Besar Tamu pada Institute of Islamic Studies, Universitas McGill, Canada. Ia telah melakukan banyak penelitian, da menerbitkan serangkaian artikel mengenai masalah-masalah keislaman dan hubungan Islam dan Kristen di jurnal-jurnal terkemuka, seperti The Muslim World, Humaniora Islamica, dan jurnal-jurnal kenamaan lainnya. Sarjana kelahiran Iran yang buta sejak lahir ini juga menulis buku Redemptive Suffering in Islam: A Study of the Devotional Aspects of ‘Asyura’ in Twelver Syi’ism (Mouton, 1978). Dalam bidang tafsir, Ayyub juga dikenal sebagai sarjana yang giat mempopulerkan pendekatan perbandingan antar berbagai metode dan paham penafsiran (tafsir al-muqaran). Bukunya dalam bidang ini, yang sudah diterbitkan adalah The Qur’an and Its Interpreters, Vol. I (Albany: State University of New York Press, 1984).

Al-Fatihah, surat pembuka al-Qur’an, dalam Islam mempunyai peran yang serupa dengan Doa Tuhan (Lord’s Prayer) dalam agama Kristen. Seperti Doa Tuhan itu, al-Fatihah mengandung unsur penting dalam pemujaan liturgis. Surat itu dibaca setidak-tidaknya 17 kali sehari, ketika kaum Muslimin melaksanakan shalat lima waktu. Juga seperti Doa Tuhan, surat itu dipandang bukan saja sebagai ucapan Tuhan yang dibaca kaum Muslimin yang saleh ke hadapan Tuhan sebagai permohonan dan pemujaan, melainkan juga sebagai sumber kelemahlembutan dan berkah Ilahi yang dapat diresapi orang-orang yang bertakwa dan dijadikan milik mereka sendiri dengan membacanya berulang-ulang.
Selain keutamaannya dalam shalat lima waktu, surat ini pun menempati tempat yang unik dalam kehidupan kaum Muslimin sehari-hari. Tiap kesepakatan, dalam perjanjian dagang maupun ikatan perkawinan, selalu diakhiri dengan bacaan surat ini. Dengan bacaan surat itu seorang anak diterima hadir di dunia, dan dengannya pulalah ia diantarkan ke liang lahatnya. Lebih lagi, al-Fatihah menjadi satu-satunya rantai penghubung antara orang-orang takwa di dunia dan orang-orang yang mereka cintai yang telah mendahului mereka. Bacaan tersebut, yang dialamatkan kepada orang yang telah wafat, merupakan pemberian jasa yang membawa keharuman, penerangan dan kebahagiaan di liang kubur dan kesenangan serta kepuasan jiwa.

TAFSIR DAN MODERNISASI



TAFSIR DAN MODERNISASI
Oleh: Moh. Quraish Shihab
Dr. Quraish Shihab adalah dosen di Fakultas Pasca Sarjana IAIN Jakarta, dan salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, sejak tahun 1984. Beliau menyelesaikan studinya dalam ilmu-ilmu al-Qur’an dan tafsir dari Universitas al-Azhar Cairo, Mesir, pada tahun 1983, dengan yudisium Summa cum laude. Disertasinya berjudul “Korelasi antara Ayat-ayat dan SUrat-surat al-Qur’an”. Lahir pada 16 Februari 1944, penggemar berat lagu-lagu Ummi Kultsum ini pernah menjabat sebagai Wakil Rektor IAIN Alauddin, Ujung Pandang (1973-1980). Karya tulisnya, antara lain, adalah: Tafsir Surat Al-Hujurat, Korelasi antara Ilmu Pengetahuan dan al-Qur’an, Mahkota Tuntunan Ilahi, dan Pesona al-Fatihah. Beliau juga adalah anggota dewa redaksi Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Ulumul Qur’an.

Al-Qur’an memperkenalkan dirinya antara lain sebagai hudan li al-nas dan sebagai “Kitab yang diturunkan agar manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang” (Q. 14:1). Salah satu ayatnya menjelaskan bahwa manusia tadinya merupakan satu kaum kesatuan (ummatan wahidah), tetapi sebagai akibat lajunya pertumbuhan penduduk serta pesatnya perkembangan masyarakat, maka timbullah persoalan-persoalan baru yang menimbulkan perselisihan dan silang pendapat. Sejak itu, Allah mengutus Nabi-nabi dan menurunkan Kitab Suci, agar mereka – melalui Kitab Suci tersebut - dapat menyelesaikan perselisihan mereka serta menemukan jalan keluar bagi penyelesaian problema-problema mereka (Q. 2:213).

TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI: TINJAUAN FILOSOFIS



TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI: TINJAUAN FILOSOFIS
Oleh: Abdul Aziz Dahlan
Abdul Aziz Dahlan yang lahir di Padang 17 Desember 1945, adalah pengajar pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Setelah menyelesaikan program sarjana mudanya pada jurusan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah, IAIN Padang, dan program doktoralnya pada jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, IAIN Jakarta, ia kemudian mengikuti studi purnasarjana dosen-dosen IAIN se-Indonesia di Yogyakarta (1978). Tahun 1984, ia mengikuti post-graduate Islamic Course di University Leiden, Belanda. Sekarang ia sedang menyelesaikan disertasi doktor di bidang tasawuf. Selain banyak menulis paper ilmiah, ia telah menulis beberapa buku, yaitu: Studi Agama Islam, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam (Bagian Pemikiran Teologis), Akidah Akhlak, serta beberapa artikel dalam Ensiklopedia Indonesia dan Ensiklopedia Islam.

Bagi para filosof Muslim, nabi/rasul Tuhan adalah lebih dari filosof. Rasul Tuhan, bagi al-Kindi (w. 260/801), adalah manusia paling istimewa karena Tuhan telah menyucikan jiwanya, meluruskan, menyinari, dan mengilhaminya serta mewahyukan risalah (pengetahuan Ilahi) kepadanya, dan pengetahuan Ilahi itu hanya khusus bagi rasul/nabi Tuhan. Tidak ada jalan bagi bukan rasul untuk mendapatkan pengetahuan penting. Nabi/rasul Tuhan, kata al-Amiri (w.381/992), adalah hakim/filosof, tapi tidak setiap hakim/filosof adalah nabi/rasul. Menurut Ibnu Sina (w.428/1036), ada manusia yang akalnya menjadi aktual dengan sempurna secara langsung (tanpa melalui latihan/studi yang keras) dan ada pula manusia yang akalnya menjadi aktual tidak secara langsung. Yang pertama lebih unggul/utama dan itulah nabi/rasul, yang berada pada puncak keunggulan/keutamaan dalam lingkungan makhluk-makhluk material. Karena yang unggul harus memimpin yang diungguli, maka Nabi/Rasulullah yang harus memimpin/membimbing segenap makhluk manusia yang diunggulinya.
Bagi para sufi, nabi/rasul Tuhan adalah lebih dari sufi atau sufi yang paling arif, paling suci dan paling unggul dalam memanifestasikan sifat-sifat atau asma Tuhan. Nabi/rasullah yang paling unggul dalam berakhlak (bertakhalluq) dengan akhlak Tuhan. Apa yan diperoleh/dibawa oleh para sufi/wali jika dibandingkan dengan apa yang diperoleh/dibawa oleh para nabi, kata Abu Yazid al-Bistami (w. 261/875), hanyalah seperti satu tetes madu yang merembes dari kantong kulit yang penuh berisi madu. Yang paling utama di muka bumi ini, kata Ibn Arabi (w. 638/1240), adalah para rasul, kemudian para nabi, kemudian para wali/sufi, dan selanjutnya baru manusia mukmin. Manusia yang paling sempurna pendakian dan kesucian pribadinya, kata al-Burhanpuri (w. 1029/1620), adalah Nabi kita Muhammad, khatam al-nabiyyin.

TASAWUF DAN PSIKOANALISA



TASAWUF DAN PSIKOANALISA
Konsep Iradah dan Transferensi dalam Psikologi Sufi
Oleh: Javad Nurbakhsh
Javad Nurbakhsh adalah doktor kelahiran Kerman, Iran. Sebelum pensiun, ia menjabat sebagai Profesor dan kepala Departemen Psikiatri, Universitas Teheran, Iran. Ia banyak menulis buku-buku dan artikel sufisme yang tersebar di berbagai media massa. Di antara buku-bukunya yang terkenal dan dibaca luas di kalangan pecinta tasawuf adalah In the Paradise of the Sufis; Traditions of the Prophet; Sufi Women; Sufi Symbolism; The Nurbakhsh Encyclopedia of Sufi Terminology; dan Sufism, yang terdiri dari 4 volume dan ditujukan, terutama, kepada pembaca Barat yang ingin mengtahui secara lengkap khasanah spiritualitas Islam yang telah berusia lebih dari 1300 tahun ini. Puisi-puisi dan esainya terbit di bawah judul Divani Nurbahkhsy; The Truth of Love; In the Tavern of Ruin; dan Spiritual Poverty in Sufism. Kini ia bermukim di London dan memimpin ordo sufi Nematollahi, suatu jabatan yang sudah disandangnya sejak berusia 26 tahun.

Tasawuf sebagai suatu cara untuk menyucikan diri, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. “Apa yang bisa dikatakan tentang tasawuf!,” begitu biasanya para sufi besar mengatakan. Yang dikatakan mengenai tasawuf hanyalah sebuah usaha untuk mengekspresikan pengalaman batin para sufi melalui kata-kata. Dalam usaha untuk mengekspresikan pengalaman tersebut, tasawuf dapat dianggap sebagai jalan untuk mendekati Realitas Absolut (Allah), yang tidak dilakukan melalui logika, melainkan melalui “mata hari” dengan cara iluminasi dan kontemplasi.
Kaum sufi adalah mereka yang merambah jalan cinta dan pengabdian kepada Realitas Absolut itu. Pengetahuan mengenai Yang Nyata itu hanya mungkin didapat oleh Manusia Sempurna, karena manusia biasa menderita penyakit yang menyebabkan daya persepsi dan kepekaan mereka terus-menerus salah, sehingga menyimpangkan pengertian tentang realitas.
Psikoanalisa menunjukkan bahwa hampir semua tingkah laku manusia ditentukan oleh faktor ketidaksadaran. Tasawuf menyatakan bahwa ketidaksadaran itu adalah nafs al-ammarah yang bersifat otoritarian terhadap pikiran dan tingkah laku manusia. Kalau kepekaan manusia (biasa) berada di bawah pengaruh nafs al-ammarah,  maka kepekaannya menjadi tidak murni lagi, tidak sehat dan tidak jelas.

ISLAMISASI SAINS DENGAN PSIKOLOGI SEBAGAI ILUSTRASI



ISLAMISASI SAINS DENGAN PSIKOLOGI SEBAGAI ILUSTRASI
Oleh: Hanna Djumhana Bastaman
Hanna Djumhana Bastaman, yang lahir pada 4 November 1939 di Padaherang, Jawa barat, adalah staf pengajar pada jurusan Psikologi Klinis, Fak. Psikologi, Universitas Indonesia, Depok. Selain aktif sebagai psikolog klinis di RSCM dan RSPAD, ia juga aktif sebagai koordinator mata kuliah Ilmu Perilaku Terapan pada Akademi Pariwisata, Universitas Trisakti, Jakarta. Psikolog yang banyak berminat dengan gagasan Psikologi Islam dan Psikologi Humanis ini banyak menulis artikel tentang psikologi dalam beberapa majalah, seperti Psikologi Anda, Indonesian Magazine dan lain-lain.

Profesor Toshihiko Izutsu, guru besar Institute of Culture and Linguistics Studies, Keio University, Tokyo, dalam bukunya God and Man in Koran: Semantics of the Koranic Weltanshauung,  menyatakan adanya dua ragam tanda (sign, ayat) Tuhan yang perlu diketahui dan dipahami. Pertama, tada-tanda (ayat-ayat) yang bercorak linguistik/verbal, dan menggunakan bahasa insani (bahasa Arab-Qur’ani). Kedua, tanda-tanda (ayat-ayat) yang bercorak non-verbal berupa gejala-gejala alami.
Keduanya diturunkan Allah swt. untuk manusia agar mereka menelaah dan mendalaminya untuk kemudian memahami keagungan-Nya dan beriman kepada-Nya. Dalam pandangan Islam, tanda-tanda (ayat-ayat) Ilahi yang bercorak verbal dimasyhurkan sebagai Firman Ilahi yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya(c.q. Muhammad saw.) dan dituliskan berupa Kitab Suci (c.q. Al-Qur’an). Sedangkan ayat-ayat yang bercorak non-verbal dan “tertulis” dalam semesta alam ciptaan-Nya disebut sebagai sunnatullah. Sunnatullah sering diartikan sebagai pengatur atau ketetapan Ilahi yang berlaku pada seluruh ciptaan-Nya,yang di lingkungan ilmu pengetahuan dikenal sebagai hukum alam (nature’s law).

TASAWUF AL-QUR’AN TENTANG PERKEMBANGAN JIWA MANUSIA



TASAWUF AL-QUR’AN TENTANG
PERKEMBANGAN JIWA MANUSIA

Oleh Djohan Effendi
Djohan Effendi adalah staf peneliti pada Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan Departemen Agama dan dosen Islamologi pada STF Driyakara dan Universitas Trisakti. Dilahirkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 52 tahun lalu, ia menyelesaikan studinya pada fakultas Syari’ah, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sering mengikuti seminar tentang agama, perubahan sosial dan politik baik di dalam maupun l;uar negeri. Juga banyak menulis berbagai artikel tentang Islam. Sehari-harinya bekerja di Kantor Sekretariat Negara.

Manusia, menurut tasawuf al-Qur’an, tidak hanya sekedar berbeda dengan, tetapi terutama mengatasi makhluk-makhluk lainnya. Manusia mengungguli ciptaan-ciptaan Tuhan di luar dirinya. Kedudukannya selaku khalifah Tuhan di muka bumi melahirkan bentuk hubungan antara manusia dan dunia bukan-manusia, yang bersifat penguasaan, pengaturan dan penempatan oleh dan untuk manusia. Keunggulan manusia tersebut terletak dalam wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dalam keadaan ahsan al taqwim (sebaik-baiknya ciptaan), baik dalam keindahan, kesempurnaan bentuk perawakannya, maupun dalam kemampuan maknawinya, baik intelektual maupun spiritual.
Tetapi hal tersebut tidak dengan sendirinya menjadi kelebihluhuran manusia secara langsung. Kemampuan-kemampuan maknawi manusia tersebut masih bersifat laten, dan terletak dalam perwujudan potensi insani itu sehingga menjadi kualitas moral dalam kenyataan tingkah laku kehidupan sehari-hari, dalam akhlaknya. Dalam mutu dan kualitas akhlaknya, manusia menunjukkan tingkat kepribadiannya dan mewujudkan nilai kemanusiaannya.

CORAK FILOSOFIS PSIKOLOGI YANG ISLAMI

CORAK FILOSOFIS PSIKOLOGI YANG ISLAMI
Oleh Hanna Djumhana Bastaman
Hanna Djumhma Bastaman, yang lahir pada 4 November 1939 di Padaherang, Jawa Barat.
adalah staf pengajar pada Jurusan Psikologi Klinis, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok. Selain aktif sebagai Psikolog Klinis di RSCM dan RSPAD, ia juga aktif sebagai koordinator mata kuliah llmu Perilaku Terapan pada Akademi Universitas Trisakti, Jakarta. Psikolog banyak berminat dengan gagasan Psikologi dan Psikologi Humanis ini juga mempunyai yang tinggi dalam sufisme. Ia juga banyak artikel tentang psikologi dalam beberapa majalah, seperti Psikologi Anda, Indonesian Magazine, dan lain-lain. Artikel ini yang merupakan artikelnya yang kedua di UQ, adalah pengembangan lebih lanjut dari gagasan yang pernah ditulisnya di UQ no. 8/1991.

Belakangan ini khususnya di kalangan psikolog Muslim, mulai banyak dibicarakan tema-tema tentang Islamisasi Psikologi. Di Indonesia diskusi tentang ini disemangati oleh gagasan Malik B. Badri. The Dilemma of Muslim Psychologists, dan M. ’Utsman Najati, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa. Hanna Djumhana Bastama, termasuk Salah seorang yang dikenal memelopori perlunya perintisan disiplin yang disebutnya sebagai “Psikologi Islami”. Dalam tulisan ini ia menekankan pentingnya pemahaman Islam atas konsep manusia dalam membangun psikologi yang Islami itu. Karena itu psikologi ini banyak memperhatikan masalah Roh manusia. sekaligus menempatkan hasil-hasil teori psikologi modern, dalam terang yang baru.