TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF
FALSAFI: TINJAUAN FILOSOFIS
Oleh: Abdul Aziz Dahlan
Abdul Aziz Dahlan yang lahir di Padang 17
Desember 1945, adalah pengajar pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Setelah menyelesaikan program sarjana mudanya pada
jurusan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah, IAIN Padang, dan program doktoralnya pada
jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, IAIN Jakarta, ia kemudian
mengikuti studi purnasarjana dosen-dosen IAIN se-Indonesia di Yogyakarta (1978).
Tahun 1984, ia mengikuti post-graduate Islamic Course di University Leiden,
Belanda. Sekarang ia sedang menyelesaikan disertasi doktor di bidang tasawuf.
Selain banyak menulis paper ilmiah, ia telah menulis beberapa buku, yaitu: Studi Agama Islam, Sejarah Perkembangan
Pemikiran dalam Islam (Bagian Pemikiran Teologis), Akidah Akhlak, serta beberapa artikel dalam Ensiklopedia Indonesia dan Ensiklopedia
Islam.
Bagi para filosof Muslim, nabi/rasul Tuhan adalah lebih
dari filosof. Rasul Tuhan, bagi al-Kindi (w. 260/801), adalah manusia paling
istimewa karena Tuhan telah menyucikan jiwanya, meluruskan, menyinari, dan
mengilhaminya serta mewahyukan risalah (pengetahuan Ilahi) kepadanya, dan
pengetahuan Ilahi itu hanya khusus bagi rasul/nabi Tuhan. Tidak ada jalan bagi
bukan rasul untuk mendapatkan pengetahuan penting. Nabi/rasul Tuhan, kata
al-Amiri (w.381/992), adalah hakim/filosof, tapi tidak setiap hakim/filosof
adalah nabi/rasul. Menurut Ibnu Sina (w.428/1036), ada manusia yang akalnya
menjadi aktual dengan sempurna secara langsung (tanpa melalui latihan/studi
yang keras) dan ada pula manusia yang akalnya menjadi aktual tidak secara
langsung. Yang pertama lebih unggul/utama dan itulah nabi/rasul, yang berada
pada puncak keunggulan/keutamaan dalam lingkungan makhluk-makhluk material.
Karena yang unggul harus memimpin yang diungguli, maka Nabi/Rasulullah yang
harus memimpin/membimbing segenap makhluk manusia yang diunggulinya.
Bagi para sufi, nabi/rasul Tuhan adalah lebih dari sufi
atau sufi yang paling arif, paling suci dan paling unggul dalam
memanifestasikan sifat-sifat atau asma Tuhan. Nabi/rasullah yang paling unggul
dalam berakhlak (bertakhalluq) dengan
akhlak Tuhan. Apa yan diperoleh/dibawa oleh para sufi/wali jika dibandingkan
dengan apa yang diperoleh/dibawa oleh para nabi, kata Abu Yazid al-Bistami (w.
261/875), hanyalah seperti satu tetes madu yang merembes dari kantong kulit
yang penuh berisi madu. Yang paling utama di muka bumi ini, kata Ibn Arabi (w.
638/1240), adalah para rasul, kemudian para nabi, kemudian para wali/sufi, dan
selanjutnya baru manusia mukmin. Manusia yang paling sempurna pendakian dan
kesucian pribadinya, kata al-Burhanpuri (w. 1029/1620), adalah Nabi kita
Muhammad, khatam al-nabiyyin.